Pertama
kali belajar menulis saya lebih sering menulis artikel, sama sekali tidak
tertarik untuk menulis cerpen, karena saya termasuk orang yang kesulitan dalam
berimajinasi. Menurut saya menulis cerpen atau fiksi itu butuh kreativitas
dalam berimajinasi. Lalu apa yang akan ditulis jika tidak bisa berimajinasi?
Dan saya pun menghindari menulis cerpen.
Namun,
lama kelamaan saya perhatikan setiap ada lomba menulis, selalu yang diangkat
adalah cerpen. Dulu jarang sekali saya temukan lomba menulis artikel. Dari situ
saya berpikir, saya harus bisa menulis cerpen supaya bisa ikut lomba-lomba itu.
Akhirnya saya pun mulai memberanikan diri menulis cerpen, mulai membaca lagi buku
kumpulan cerpen dan mempelajari bagaimana cara menulisnya dari cerpen-cerpen
yang saya baca. Akhirnya sekarang saya telah melahirkan beberapa cerpen,
walaupun belum sempurna.
Kejadian
di atas terulang lagi pada puisi. Saya tidak suka puisi. Jangankan menulis,
membacanya saja malas. Sebabnya adalah membaca puisi itu bikin mikir, karena saya
sama sekali tidak mengerti maksud dari puisi yang saya baca itu apa. Kenapa
begini? Ini maksudnya apa? Kosakata ini artinya apa? Begitulah kira-kira
pertanyaan yang timbul di kepala saya dan tidak tahu harus bertanya pada siapa.
Entah
kenapa saat ini saya mulai tertarik dengan puisi. Ada keinginn untuk bisa
menulis sebuah puisi, tapi saya tidak tahu bagaimana cara menuliskannya.
Beberapa
waktu lalu saya berkunjung ke toko buku. Di sana tersedia stan bazar buku-buku
murah dan saya menemukan sebuah buku kumpulan puisi. Mengingat ketertarikan saya
pada puisi, akhirnya saya membeli buku itu. Buku kumpulan puisi ini berjudul Baju
Bulan karya Joko Pinurbo. Selain harganya yang sudah pasti murah, saya tertarik
membeli buku puisi ini karena bukunya tidak terlalu tebal :D
www.goodreads.com |
Puisi
pertama di halaman pertama cukup menghibur dan berhasil membuat saya tersenyum.
Bunyi puisinya begini:
Pengarang,
engkau sungguh sabar
Menunggu
ide yang tanpa kabar
Dirimu
sangat percaya diri
Meskipun
karyamu tidak banyak terbeli
(Paskasius
Wahyu Wibisono, “Pengarang”, Bobo 27/11/2003)
Halaman-halaman
selanjutnya banyak puisi yang bikin saya mikir dan agak kesal dibuatnya karena
tidak mengerti maksudnya. Tak peduli hal itu, saya terus membaca sampai halaman
terakhir. Lalu, apa akibatnya? Akhirnya
saya mencoba menulis puisi dan tertarik untuk mempelajarinya lebih jauh
walaupun banyak pertanyaan yang belum terjawab. Kira-kira pertanyaan-pertanyaan
yang mengganggu itu adalah:
- Haruskah puisi menggunakan kata-kata puitis atau nyastra?
- Haruskah sebuah puisi mengandung makna tersirat yang harus dicerna sendiri oleh pembacanya?
- Haruskah puisi berirama sama, seperti a-a-a-a atau ab-ab?
- Adakah batas panjang maksimal dan minimal dalam satu puisi?
- Apakah menulis puisi harus memperhatikan kaidah EYD?
Nah,
jika teman-teman ada yang memahami teori penulisan puisi, sudilah
kiranya berbagai sedikit pada saya yang miskin ilmu ini.
Terima
kasih ya sebelumnya ^_^
Aku coba jawab pertanyaannya ya kak. Kata-kata dalam puisi nggak harus puitis atau nyastra kok. Bisa juga pakai bahasa sehari-hari. Untuk panjang puisi juga nggak ada mininal atau maksimalnya, kecuali untuk diikutsertakan lomba yang ada aturannya.
ReplyDeleteo, gitu ya? hehe...ok makasih ya sharing-nya.
DeleteSelama ini mind set-nya, puisi itu selalu pake kata2 sastra yg sukar dimengerti ^_^
Aku ada buku puisi di rumah dan itu gak mendayu dayuu kok bahasanyaa :p
ReplyDeletetidak melulu Sayang. Yang penting adalah tulisanmu sampai ke hati para pembaca :)