Fikih jurnalistik.
Membaca judulnya membuat saya malas membuka buku ini. Pasalnya ini bukanlah jenis buku yang saya suka atau
minati. Berhubung ini adalah hadiah, maka saya harus membacanya. Sayang kalau
tidak dibaca. Setidaknya saya berharap ada sesuatu yang dapat mengisi otak saya
dari tipe buku yang tidak saya minati ini.
Beberapa teman yang
melihat saya membaca ini, mereka berkata “wih, bacaannya berat, bo!” saya hanya
membalas dengan “hahaha”.
Ada satu hal yang
membuat saya mau membaca buku ini. Menurut bunda Helvy Tiana Rosa, jika
seseorang ingin menjadi penulis, maka ia harus membaca 5 jenis buku, yaitu:
- Buku tentang agamamu
- Buku sastra
- Buku situasi kontemporer
- Buku yang sesuai dengan minatmu
- Buku yang di luar bidangmu
Maka saya pun membaca
buku jenis ke lima ini, di luar bidang saya.
Di era informasi
sekarang ini, di mana sebuah berita dengan sangat mudah dan cepat beredar ,
membuat kita banyak mengetahui tentang suatu hal. Namun tidak semua berita atau
informasi yang didapat itu akurat dan dapat dipercaya. Begitu sebuah berita datang pada kita, dengan
mudahnya kita percaya dan membagikan berita tersebut kepada orang lain, padahal
belum tentu berita itu benar. Dalam buku ini dijelaskan bagaimana seharusnya
kita menyikapi sebuah berita yang datang. Lengkap dengan penjelasan dari
berbagai sumber dari ahlinya.
Jurnalistik, manurut
saya bukan hanya diperuntukkan oleh seorang yang berprofesi sebagai jurnalis,
tapi juga oleh semua orang dengan profesi apa pun. Karena dengan mengetahui seluk beluk jurnalistik,
kita akan lebih bijak dalam menerima dan memberikan informasi apa pun kepada
siapa pun.
Buku ini juga
menyertakan berbagai jenis berita, kejahatan dalam dunia jurnalistik serta
hukuman-hukuman yang seharusnya ditimpakan pada mereka yang melanggar kode etik
jurnalis, baik hukum negara maupun hukum agama. Macam-macam bentuk kejahatan
seperti ghibah, zina, tajassus, spionase, lengkap diuraikan beserta jenis-jenis
hukumannya.
Setelah membaca buku
ini saya sadar, betapa pemberitaan yang setiap hari kita konsumsi baik melalui
televisi atau media sosial, tidaklah sesuai dengan apa yang dianjurkan oleh
agama maupun etika jurnalistik.
Dijelaskan bahwa sebuah
berita kriminal tidak boleh disiarkan secara bebas dan berlebihan, karena
dikhawatirkan orang lain dapat meniru kejahatan apa yang mereka lihat di
televisi. Parahnya, hal ini pun dapat terjadi pada anak-anak. Mereka bisa saja
mencontoh sebuah kejahatan yang tonton. Bayangkan dampak yang akan ditimbulkan
dari itu semua. Mereka akan menganggap bahwa kriminalitas adalah sesuatu hal
yang biasa dan bisa dilakukan oleh siapa saja.
Tapi apa yang terjadi
di negara kita? Sebuah berita kriminal malah disiarkan dengan sedetil-detilnya.
Bahkan bagaimana cara pelaku kejahatan melakukan aksinya, hingga alat-alat atau
senjata yang digunakan dalam operasi kejahatannya tersebut, semua diperlihatkan
secara gamblang. Betapa mengerikan!
Mungkin pegiat
jurnalistik di negara kita belum membaca buku ini. Baiklah, kalau begitu saya
rekomendasikan buku ini untuk warga Indonesia, baik ia seorang jurnalis atau
bukan.
Selamat membaca ^^
No comments:
Post a Comment