Thursday 12 May 2016

Novel Politik Yang Happy Ending




Umumnya seseorang yang mendekam di penjara selama bertahun-tahun, begitu bebas dan kembali ke kampung halaman, akan menghadapi berbagai pandangan negatif dari masyarakat sekitar. Banyak yang mendapat cibiran, ketidakpercayaan dari warga sekitar bahkan membuat masyarakat waspada kalau-kalau ia menimbulkan keonaran. Namun tidak sedikit pula yang mendapat sambutan hangat. Masyarakat menerima kehadirannya dengan lapang dada, mengakui keberadaannya di wilayah mereka dan memaafkannya.

Beruntung Karman, tokoh utama dalam novel ini, yang telah menghabiskan dua belas tahun hidupnya di penjara, diterima dengan baik oleh masyarakat Pegaten, kampung halamannya. Karman seorang kader Partai Komunis telah membuat makar yang sangat besar bersama teman-teman di partainya. Peristiwa tahun 1965 yang begitu mengerikan mebuat Karman tidak bisa hidup tenang.


Begitu tahu sebagian kader partainya telah tertangkap, Karman kabur dari kampungnya mencari tempat persembunyian yang aman dari kejaran aparat penegak hukum. Setelah berbulan-bulan kabur akhirnya aparat menemukan Karman dalam keadaan yang sangat lemah akibat kesehatan yang memburuk selama di persembunyian.

Sudah jatuh tertimpa tangga sepertinya sangat pas menggambarkan kehidupan Karman. Dirinya yang sedang mejalani hukuman sebagai tahanan politik, ditinggal kawin oleh istrinya, Marni. Marni yang masih muda pada waktu itu sebenarnya telah berusaha untuk tetap setia menunggu Karman. Namun karena tuntutan hidup yang semakin tinggi dan desakan keluarganya, Marni akhirnya menyerah, mengikuti saran dari keluarga untuk menikah lagi.

Namun antara Karman dan Marni masih tersimpan rasa yang sama. Pada saat pertemuan yang mendebarkan keduanya setelah bertahun-tahun lamanya berpisah, tersirat kekecewaan dan kepasrahan akan takdir.

Novel ini mempunyai alur cerita mundur. Mengisahkan kehidupan Karman sejak kecil hingga akhirnya bergabung dengan Partai Komunis. Karman kecil dikisahkan sebagai anak yang baik, penurut dan taat beragama. Namun begitu ia beranjak remaja dan bertemu dengan Margo dan Triman, kehidupannya berubah menjadi seorang yang jauh dari agama. Karman tidak sadar jika dirinya sedang direkrut menjadi kader Partai Komunis secara perlahan-lahan.

Sebelum bergabung dengan Partai Komunis, Karman yang hanya lulusan SMP dan sedang mencari pekerjaan untuk mendapat biaya melanjutkan sekolah, bertemu dengan Margo dan Triman yang berniat untuk memberinya pekerjaan. Karman pun sangat gembira mendengar hal itu. Dengan memberi pekerjaan pada Karman, Margo dan Triman berharap dapat membuat Karman merasa berhutang budi hingga secara perlahan mereka dapat membujuk dirinya untuk bergabung.

Cintanya yang ditolak oleh Haji Bakir, ayah dari wanita yang taksirnya, membuat Karman semakin marah dan memusuhi Haji Bakir. Tidak hanya Haji Bakir, semua haji yang ada di kampungnya dianggap sebagai orang munafik. Sejak saat itu Karman menjauhi mushola, bahkan ia mulai meninggalkan kewajiban lima waktunya. Karman beranggapan dengan meninggalkan shalat, itu menjadi salah satu cara membalas dendam pada Haji Bakir.

Novel yang sangat menarik yang menceritakan tentang bagaimana Partai Komunis tumbuh dan berkembang di Indonesia pada waktu itu. Bagaimana perekrutan kader, khususnya Karman berjalan dengan begitu halus dan mulus. Trik-trik mereka memperkenalkan ideologi kepartaiannya. Semua dijelaskan secara terperinci dengan Bahasa yang ringan yang mudah dipahami.

Satu kelemahan novel ini menurut saya adalah, kalimat yang menyatakan pikiran dari si tokoh ditulis di antara tanda petik, sehingga saya pikir itu adalah sebuah dialog yang utarakan oleh si tokoh. Yang saya pahami selama ini, jika terdapat kalimat yang meyatakan isi pikiran dari si tokoh, ditulis dalam bentuk yang berbeda, seperti dicetak miring tanpa tanda kutip.

Secara keseluruhan novel ini ditulis dengan apik, membawa kita ke masa perjuangan, memberikan banyak informasi bagi pembaca dan ditutup dengan happy ending.

No comments:

Post a Comment