Umumnya
seseorang yang mendekam di penjara selama bertahun-tahun, begitu bebas dan kembali
ke kampung halaman, akan menghadapi berbagai pandangan negatif dari masyarakat
sekitar. Banyak yang mendapat cibiran, ketidakpercayaan dari warga sekitar
bahkan membuat masyarakat waspada kalau-kalau ia menimbulkan keonaran. Namun
tidak sedikit pula yang mendapat sambutan hangat. Masyarakat menerima
kehadirannya dengan lapang dada, mengakui keberadaannya di wilayah mereka dan
memaafkannya.
Beruntung
Karman, tokoh utama dalam novel ini, yang telah menghabiskan dua belas tahun
hidupnya di penjara, diterima dengan baik oleh masyarakat Pegaten, kampung
halamannya. Karman seorang kader Partai Komunis telah membuat makar yang sangat
besar bersama teman-teman di partainya. Peristiwa tahun 1965 yang begitu
mengerikan mebuat Karman tidak bisa hidup tenang.
Begitu
tahu sebagian kader partainya telah tertangkap, Karman kabur dari kampungnya
mencari tempat persembunyian yang aman dari kejaran aparat penegak hukum.
Setelah berbulan-bulan kabur akhirnya aparat menemukan Karman dalam keadaan
yang sangat lemah akibat kesehatan yang memburuk selama di persembunyian.
Sudah
jatuh tertimpa tangga sepertinya sangat pas menggambarkan kehidupan Karman. Dirinya
yang sedang mejalani hukuman sebagai tahanan politik, ditinggal kawin oleh
istrinya, Marni. Marni yang masih muda pada waktu itu sebenarnya telah berusaha
untuk tetap setia menunggu Karman. Namun karena tuntutan hidup yang semakin
tinggi dan desakan keluarganya, Marni akhirnya menyerah, mengikuti saran dari
keluarga untuk menikah lagi.
Namun antara Karman dan Marni masih tersimpan rasa yang sama. Pada saat pertemuan yang mendebarkan keduanya setelah bertahun-tahun lamanya berpisah, tersirat kekecewaan dan kepasrahan akan takdir.
Novel
ini mempunyai alur cerita mundur. Mengisahkan kehidupan Karman sejak kecil
hingga akhirnya bergabung dengan Partai Komunis. Karman kecil dikisahkan
sebagai anak yang baik, penurut dan taat beragama. Namun begitu ia beranjak
remaja dan bertemu dengan Margo dan Triman, kehidupannya berubah menjadi
seorang yang jauh dari agama. Karman tidak sadar jika dirinya sedang direkrut
menjadi kader Partai Komunis secara perlahan-lahan.
Sebelum
bergabung dengan Partai Komunis, Karman yang hanya lulusan SMP dan sedang
mencari pekerjaan untuk mendapat biaya melanjutkan sekolah, bertemu dengan
Margo dan Triman yang berniat untuk memberinya pekerjaan. Karman pun sangat
gembira mendengar hal itu. Dengan memberi pekerjaan pada Karman, Margo dan
Triman berharap dapat membuat Karman merasa berhutang budi hingga secara
perlahan mereka dapat membujuk dirinya untuk bergabung.
Cintanya
yang ditolak oleh Haji Bakir, ayah dari wanita yang taksirnya, membuat Karman
semakin marah dan memusuhi Haji Bakir. Tidak hanya Haji Bakir, semua haji yang
ada di kampungnya dianggap sebagai orang munafik. Sejak saat itu Karman
menjauhi mushola, bahkan ia mulai meninggalkan kewajiban lima waktunya. Karman
beranggapan dengan meninggalkan shalat, itu menjadi salah satu cara membalas
dendam pada Haji Bakir.
Novel
yang sangat menarik yang menceritakan tentang bagaimana Partai Komunis tumbuh
dan berkembang di Indonesia pada waktu itu. Bagaimana perekrutan kader,
khususnya Karman berjalan dengan begitu halus dan mulus. Trik-trik mereka
memperkenalkan ideologi kepartaiannya. Semua dijelaskan secara terperinci
dengan Bahasa yang ringan yang mudah dipahami.
Satu
kelemahan novel ini menurut saya adalah, kalimat yang menyatakan pikiran dari
si tokoh ditulis di antara tanda petik, sehingga saya pikir itu adalah sebuah
dialog yang utarakan oleh si tokoh. Yang saya pahami selama ini, jika terdapat
kalimat yang meyatakan isi pikiran dari si tokoh, ditulis dalam bentuk yang
berbeda, seperti dicetak miring tanpa tanda kutip.
Secara
keseluruhan novel ini ditulis dengan apik, membawa kita ke masa perjuangan,
memberikan banyak informasi bagi pembaca dan ditutup dengan happy ending.
No comments:
Post a Comment