“Silakan, Mbak, helmnya.” Seru
pak Aman sambil menyodorkan helm kepada penumpang ojeknya.
“Ehm, gak usah pakai helm pak.
Deket kok.” Tolak wanita penumpang ojek Pak Aman.
“Biar pun deket, harus tetap
pakai helm, Mbak.”
“Duh, ribet nih bapak. Ya udah
deh.”
Begitulah Pak Aman, seorang
tukang ojek yang sangat memperhatikan keselamatan diri dan penumpangnya. Pak
Aman sudah berprofesi sebagai tukang ojek sejak pensiun dari pekerjaannya di
pabrik sepatu beberapa tahun lalu. Usianya yang sudah senja tidak memungkinkan
untuk bekerja di pabrik atau perusahaan mana pun. Kebutuhan hidup yang terus
meningkat dan kondisi ekonominya yang sulit, membuat pak Aman memutuskan untuk
menjadi tukang ojek demi menambah sedikit pemasukan keluarganya.
Prinsipnya dalam menjalankan
pekerjaan baru ini adalah mengutamakan keselamatan, baik diri sendiri maupun
penumpangnya. Pak Aman sangat disiplin dalam berkendara. Peraturan-peraturan
standar dalam berkendara yang harus dipenuhi dan dipegang teguh olehnya adalah;
dua buah helm yang diperuntukkan bagi dirinya dan penumpang, jaket, sarung
tangan, rompi pelindung badan hingga sepatu yang nyaman yang menutupi seluruh
kakinya. Pak Aman juga termasuk tukang ojek yang sangat mematuhi peraturan lalu
lintas. Tidak jarang penumpangnya protes jika sedang terburu-buru agar pak Aman
menerobos lampu merah, tapi Pak Aman tidak memenuhi permintaan penumpangnya
demi keselamatan bersama.
***
“Puter balik di sini aja, pak!
Biar cepet.” Kali ini penumpang ojek pak Aman menyarankan untuk putar balik
melawan arah, karena untuk putar balik di tempat yang semestinya, harus
menempuh jarak yang lumayan jauh.
“Maaf, Mas, saya tidak berani
melawan arah. Lebih baik putar di depan saja, Mas, lebih aman.” Tolak pak Aman.
“Duh, bapak ini. Kan banyak tuh
yang melawan arah. Bukan cuma kita aja. Jadi gak apa-apalah, pak.”
Pak Aman tersenyum. Kemudian
melanjutkan perkataannya, “kalau semua orang berpikiran seperti itu, lalu untuk
apa peraturan itu dibuat, Mas? Apakah peraturan dibuat untuk dilanggar? Kalau
begitu, gimana Negara kita mau maju?” Pak Aman masih saja tersenyum menunjukkan
gigi putihnya yang masih kuat, walaupun penumpangnya tidak bisa melihat
senyuman itu dari belakang. “maaf, apakah Mas sudah berkeluarga?” lanjut pak
Aman.
“Sudah, pak.”
Suasan hening sejenak sebelum Pak
Aman melanjutkan.
“Nah, apalagi Mas sudah
berkeluarga. Kasihan keluarga menunggu di rumah. Kalau kita bisa berhati-hati
dan mematuhi peraturan di jalan, insyaa Allah kita akan tiba selamat sampai di
rumah. Dan keluarga pun bahagia menyambut kedatangan Mas.”
Penumpang Pak Aman itu hanya diam
dan mengangguk tanda setuju.
Di awal karirnya sebagai tukang
ojek, banyak orang yang protes dengan sikap Pak Aman yang terlalu ketat dalam
mematuhi aturan berkendara motor. Ada saja penumpang yang malas memakai helm,
penumpang yang menyarankan untuk melawan arah, menerobos lampu merah, memutar
di tempat yang tidak seharusnya, dan lain-lain. Akan tetapi Pak Aman selalu
berusaha untuk mematuhi peraturan dan mencoba menjelaskan pada penumpangnya
mengenai resiko yang akan ditanggungnya jika melanggar peraturan. Dengan
begitu, secara tidak langsung Pak Aman membantu polisi menyadarkan masyarakat
dalam mematuhi tata tertib selama berada di jalan.
Lambat laun, masyarakat sekitar
memaklumi sikap Pak Aman. Mereka pun paham kalau Pak Aman hanya berusaha untuk
menjaga keselamatan penumpangnya. Dengan sendirinya masyarakat mulai hafal
dengan kedisiplinan Pak Aman dan mulai menghargainya. Pak Aman mulai tersohor
di lingkungan rumah dan pangkalan ojek. Ada
saja yang berseloroh, “Kalau naik ojek pak Aman, insyaa Allah aman.” Selorohan
itu disambut tawa riang dari para tukang ojek.
Pak Aman tidak hanya
mendisiplinkan dirinya sendiri, tapi juga selalu mengajak rekan sesama tukang
ojek untuk selalu tertib dan disiplin dalam berkendara. Karena Pak Aman cukup
dituakan oleh kebanyakan tukang ojek, maka lambat laun mereka berusaha untuk
mengubah sikap yang masa bodoh terhadap peraturan menjadi lebih peduli. Usaha Pak Aman bukan
tanpa hambatan. Banyak juga di antara tukang ojek yang tidak mengindahkan
seruan lelaki santun sekaligus tegas itu.
“Yang penting hari ini dapet
uang, Bang. Bisa buat setoran ke istri.” Kata Jeki, rekan Pak Aman sesama
tukang ojek.
“Kalau ngikutin peraturan
kelamaan, Bang. Bisa-bisa penumpang kabur.” Timpal Yogi yang diikuti tawa lebar
tukang ojek lainnya.
Pak Aman tidak kecewa apalagi
menyerah. Dia terus saja menjalankan perannya sebagai tukang ojek yang
mengutamakan keselamatan. Ia berharap
teman-temannya sesama tukang ojek dapat mengikuti jejaknya, sehingga dapat
mengurangi tingkat kecelakaan di jalan yang diakibatkan oleh pengendara sepeda
motor yang ceroboh.
***
Malam itu Pak Aman baru saja
selesai mengantar penumpangnya yang terakhir sebelum pulang ke rumah. Jalanan
sudah mulai sepi, Pak Aman pun dapat mengendarai motornya dengan tenang.
Mendekati perempatan jalan menuju rumahnya, tiba-tiba datang pengendara motor
lain yang melawan arah dengan kecepatan tinggi. Pak Aman sangat terkejut dan
tidak siap menghadapi situasi berlawanan arah seperti itu. Akhirnya tabrakan
pun tak dapat terelakkan. Pak Aman terjungkal dari motornya hingga beberapa
meter, sementara penabrak yang melawan arah tersungkur masuk ke parit di
pinggir jalan.
Kondisi Pak Aman cukup parah,
kepalanya terbentur cukup keras sehingga membuatnya mengeluarkan banyak darah.
Dalam kondisi tidak sadar, Pak Aman dilarikan ke rumah sakit. Pihak rumah sakit
segera menanganinya dan menghubungi keluarga Pak Aman. Bu Siti, istri Pak Aman shock mendengar kabar suaminya
kecelakaan. Ia segera menuju rumah sakit bersama Rani anak bungsunya.
“Sudah bu, jangan sedih terus!
Kita doakan bapak saja ya, bu.” Rani memeluk bahu ibunya berusaha menenangkan.
Bu Siti tak kuasa menahan air
mata yang terus mendesaknya untuk ditumpahkan ketika melihat kondisi suaminya
yang tergeletak tak berdaya dengan balutan perban di kepala. Dokter mengatakan
kondisi Pak Aman akan segera membaik. Luka benturan di kepalanya bisa segera
ditangani dan tidak membutuhkan waktu lama untuk pulih. Berita yang disampaikan
dokter sedikit demi sedikit membuat Bu Siti dan Rani memiliki semangat dan
tidak terpuruk oleh keadaan.
Sayup-sayup terdengar oleh Bu
Siti suara yang tidak asing baginya.
“Pak, pak…kenapa bisa begini?
Sudah sering saya bilang , hati-hati bawa motor. Jangan ngebut-ngebut. Sekarang
akibatnya, bapak celaka.”
Bu Siti menengok ke ruang sebelah
yang hanya dibatasi oleh gordin. Rupanya orang yang tak asing itu adalah
tetangganya, Bu Yesi, yang sedang menangisi suaminya, Pak Yogi, yang berbaring
di tempat tidur dengan beberapa bagian tubuh yang diperban. Di sana juga ada
Pak Jeki dan beberapa tetangga sesama tukang ojek.
“Bu Yesi? Kok ada di sini? Lho,
bapak kenapa bu?” Tanya Bu Siti.
“Iya Bu Siti. Pak Aman dan Pak
Yogi bertabrakan. Dan saya yang membawa mereka ke sini dibantu teman-teman ojek
lain.” Terang Pak Jeki.
“Maafkan suami saya, bu. Suami
saya ngebut, mungkin juga dia mengantuk di jalan dan tidak hati-hati. Eh, malah
Pak Aman yang tertabrak. Mohon maafkan ya, Bu Siti.” Timpal Bu Yesi
tersedu-sedu.
Bu Siti sedih dan kecewa dengan
apa yang didengarnya. Namun, Bu Siti tetap tegar, berusaha untuk memaafkan dan
menerima apa yang telah menjadi takdirnya. Bu Siti hanya berharap suaminya
segera pulih seperti semula.
***
Dua hari berikutnya, Pak Aman
mulai sadarkan diri begitu pun dengan Pak Yogi. Namun keduanya masih tetap
membutuhkan perawatan lebih lanjut untuk memulihkan ke kondisi semula. Karena
berada dalam satu ruangan, Pak Aman dan Pak Yogi bisa mengobrol. Pak Yogi minta
maaf atas kesalahannya hingga membuat Pak Aman celaka. Pak Aman menerima
semuanya dengan lapang dada. Hanya ia berpesan pada Pak Yogi dan teman-teman
ojeknya yang lain.
“Yah, begitulah Pak. Kita sudah
berusaha untuk selalu hati-hati, tertib dan disiplin. Tapi karena ulah orang
lain yang tidak peduli dan cenderung ugal-ugalan, kita juga bisa kena
celakanya. Jadi sebenarnya kedisiplinan dan mematuhi peraturan di jalan itu
bukan semata-mata untuk keselamatan diri sendiri, tapi juga turut menjaga
keselamatan orang lain. Dengan sikap kita yang ceroboh dan tidak peduli dengan
tata tertib, kita dapat menjadi penyebab sebuah kecelakaan terjadi. Jangan
sampai kita jadi penyebab kecelakaan bagi orang lain.”
“Iya, betul Pak Aman. Saya
menyesal sudah berlaku tidak disiplin.” Balas Pak Yogi sambil merenungi
sikapnya selama ini.
Kondisi Pak Aman berangsur
membaik. Setelah satu bulan beristirahat, akhirnya ojek Pak Aman mulai
beroperasi kembali. Langganan ojeknya pun sudah banyak yang menanti. Satu bulan
tak terlihat di pangkalan ojek, banyak pelanggan yang bertanya-tanya kondisi
Pak Aman. Mereka pun sering mendoakan Pak Aman supaya bisa ngojek lagi.
No comments:
Post a Comment