Saturday 31 October 2015

Ojek Pak Aman




“Silakan, Mbak, helmnya.” Seru pak Aman sambil menyodorkan helm kepada penumpang ojeknya.
“Ehm, gak usah pakai helm pak. Deket kok.” Tolak wanita penumpang ojek Pak Aman.
“Biar pun deket, harus tetap pakai helm, Mbak.”
“Duh, ribet nih bapak. Ya udah deh.” 

Begitulah Pak Aman, seorang tukang ojek yang sangat memperhatikan keselamatan diri dan penumpangnya. Pak Aman sudah berprofesi sebagai tukang ojek sejak pensiun dari pekerjaannya di pabrik sepatu beberapa tahun lalu. Usianya yang sudah senja tidak memungkinkan untuk bekerja di pabrik atau perusahaan mana pun. Kebutuhan hidup yang terus meningkat dan kondisi ekonominya yang sulit, membuat pak Aman memutuskan untuk menjadi tukang ojek demi menambah sedikit pemasukan keluarganya. 

Prinsipnya dalam menjalankan pekerjaan baru ini adalah mengutamakan keselamatan, baik diri sendiri maupun penumpangnya. Pak Aman sangat disiplin dalam berkendara. Peraturan-peraturan standar dalam berkendara yang harus dipenuhi dan dipegang teguh olehnya adalah; dua buah helm yang diperuntukkan bagi dirinya dan penumpang, jaket, sarung tangan, rompi pelindung badan hingga sepatu yang nyaman yang menutupi seluruh kakinya. Pak Aman juga termasuk tukang ojek yang sangat mematuhi peraturan lalu lintas. Tidak jarang penumpangnya protes jika sedang terburu-buru agar pak Aman menerobos lampu merah, tapi Pak Aman tidak memenuhi permintaan penumpangnya demi keselamatan bersama.

***
“Puter balik di sini aja, pak! Biar cepet.” Kali ini penumpang ojek pak Aman menyarankan untuk putar balik melawan arah, karena untuk putar balik di tempat yang semestinya, harus menempuh jarak yang lumayan jauh.

“Maaf, Mas, saya tidak berani melawan arah. Lebih baik putar di depan saja, Mas, lebih aman.” Tolak pak Aman.

“Duh, bapak ini. Kan banyak tuh yang melawan arah. Bukan cuma kita aja. Jadi gak apa-apalah, pak.”

Pak Aman tersenyum. Kemudian melanjutkan perkataannya, “kalau semua orang berpikiran seperti itu, lalu untuk apa peraturan itu dibuat, Mas? Apakah peraturan dibuat untuk dilanggar? Kalau begitu, gimana Negara kita mau maju?” Pak Aman masih saja tersenyum menunjukkan gigi putihnya yang masih kuat, walaupun penumpangnya tidak bisa melihat senyuman itu dari belakang. “maaf, apakah Mas sudah berkeluarga?” lanjut pak Aman.

“Sudah, pak.”

Suasan hening sejenak sebelum Pak Aman melanjutkan.

“Nah, apalagi Mas sudah berkeluarga. Kasihan keluarga menunggu di rumah. Kalau kita bisa berhati-hati dan mematuhi peraturan di jalan, insyaa Allah kita akan tiba selamat sampai di rumah. Dan keluarga pun bahagia menyambut kedatangan Mas.”

Penumpang Pak Aman itu hanya diam dan mengangguk tanda setuju.

Di awal karirnya sebagai tukang ojek, banyak orang yang protes dengan sikap Pak Aman yang terlalu ketat dalam mematuhi aturan berkendara motor. Ada saja penumpang yang malas memakai helm, penumpang yang menyarankan untuk melawan arah, menerobos lampu merah, memutar di tempat yang tidak seharusnya, dan lain-lain. Akan tetapi Pak Aman selalu berusaha untuk mematuhi peraturan dan mencoba menjelaskan pada penumpangnya mengenai resiko yang akan ditanggungnya jika melanggar peraturan. Dengan begitu, secara tidak langsung Pak Aman membantu polisi menyadarkan masyarakat dalam mematuhi tata tertib selama berada di jalan.

Lambat laun, masyarakat sekitar memaklumi sikap Pak Aman. Mereka pun paham kalau Pak Aman hanya berusaha untuk menjaga keselamatan penumpangnya. Dengan sendirinya masyarakat mulai hafal dengan kedisiplinan Pak Aman dan mulai menghargainya. Pak Aman mulai tersohor di lingkungan rumah dan pangkalan ojek.  Ada saja yang berseloroh, “Kalau naik ojek pak Aman, insyaa Allah aman.” Selorohan itu disambut tawa riang dari para tukang ojek. 

Pak Aman tidak hanya mendisiplinkan dirinya sendiri, tapi juga selalu mengajak rekan sesama tukang ojek untuk selalu tertib dan disiplin dalam berkendara. Karena Pak Aman cukup dituakan oleh kebanyakan tukang ojek, maka lambat laun mereka berusaha untuk mengubah sikap yang masa bodoh terhadap peraturan  menjadi lebih peduli. Usaha Pak Aman bukan tanpa hambatan. Banyak juga di antara tukang ojek yang tidak mengindahkan seruan lelaki santun sekaligus tegas itu. 
 
“Yang penting hari ini dapet uang, Bang. Bisa buat setoran ke istri.” Kata Jeki, rekan Pak Aman sesama tukang ojek.

“Kalau ngikutin peraturan kelamaan, Bang. Bisa-bisa penumpang kabur.” Timpal Yogi yang diikuti tawa lebar tukang ojek lainnya.

Pak Aman tidak kecewa apalagi menyerah. Dia terus saja menjalankan perannya sebagai tukang ojek yang mengutamakan keselamatan.  Ia berharap teman-temannya sesama tukang ojek dapat mengikuti jejaknya, sehingga dapat mengurangi tingkat kecelakaan di jalan yang diakibatkan oleh pengendara sepeda motor yang ceroboh. 

***
Malam itu Pak Aman baru saja selesai mengantar penumpangnya yang terakhir sebelum pulang ke rumah. Jalanan sudah mulai sepi, Pak Aman pun dapat mengendarai motornya dengan tenang. Mendekati perempatan jalan menuju rumahnya, tiba-tiba datang pengendara motor lain yang melawan arah dengan kecepatan tinggi. Pak Aman sangat terkejut dan tidak siap menghadapi situasi berlawanan arah seperti itu. Akhirnya tabrakan pun tak dapat terelakkan. Pak Aman terjungkal dari motornya hingga beberapa meter, sementara penabrak yang melawan arah tersungkur masuk ke parit di pinggir jalan.

Kondisi Pak Aman cukup parah, kepalanya terbentur cukup keras sehingga membuatnya mengeluarkan banyak darah. Dalam kondisi tidak sadar, Pak Aman dilarikan ke rumah sakit. Pihak rumah sakit segera menanganinya dan menghubungi keluarga Pak Aman. Bu Siti, istri Pak Aman shock mendengar kabar suaminya kecelakaan. Ia segera menuju rumah sakit bersama Rani anak bungsunya.

“Sudah bu, jangan sedih terus! Kita doakan bapak saja ya, bu.” Rani memeluk bahu ibunya berusaha menenangkan.

Bu Siti tak kuasa menahan air mata yang terus mendesaknya untuk ditumpahkan ketika melihat kondisi suaminya yang tergeletak tak berdaya dengan balutan perban di kepala. Dokter mengatakan kondisi Pak Aman akan segera membaik. Luka benturan di kepalanya bisa segera ditangani dan tidak membutuhkan waktu lama untuk pulih. Berita yang disampaikan dokter sedikit demi sedikit membuat Bu Siti dan Rani memiliki semangat dan tidak terpuruk oleh keadaan.
   
Sayup-sayup terdengar oleh Bu Siti suara yang tidak asing baginya.

“Pak, pak…kenapa bisa begini? Sudah sering saya bilang , hati-hati bawa motor. Jangan ngebut-ngebut. Sekarang akibatnya, bapak celaka.” 

Bu Siti menengok ke ruang sebelah yang hanya dibatasi oleh gordin. Rupanya orang yang tak asing itu adalah tetangganya, Bu Yesi, yang sedang menangisi suaminya, Pak Yogi, yang berbaring di tempat tidur dengan beberapa bagian tubuh yang diperban. Di sana juga ada Pak Jeki dan beberapa tetangga sesama tukang ojek.

“Bu Yesi? Kok ada di sini? Lho, bapak kenapa bu?” Tanya Bu Siti.

“Iya Bu Siti. Pak Aman dan Pak Yogi bertabrakan. Dan saya yang membawa mereka ke sini dibantu teman-teman ojek lain.” Terang Pak Jeki.

“Maafkan suami saya, bu. Suami saya ngebut, mungkin juga dia mengantuk di jalan dan tidak hati-hati. Eh, malah Pak Aman yang tertabrak. Mohon maafkan ya, Bu Siti.” Timpal Bu Yesi tersedu-sedu.

Bu Siti sedih dan kecewa dengan apa yang didengarnya. Namun, Bu Siti tetap tegar, berusaha untuk memaafkan dan menerima apa yang telah menjadi takdirnya. Bu Siti hanya berharap suaminya segera pulih seperti semula.

***
Dua hari berikutnya, Pak Aman mulai sadarkan diri begitu pun dengan Pak Yogi. Namun keduanya masih tetap membutuhkan perawatan lebih lanjut untuk memulihkan ke kondisi semula. Karena berada dalam satu ruangan, Pak Aman dan Pak Yogi bisa mengobrol. Pak Yogi minta maaf atas kesalahannya hingga membuat Pak Aman celaka. Pak Aman menerima semuanya dengan lapang dada. Hanya ia berpesan pada Pak Yogi dan teman-teman ojeknya yang lain.

“Yah, begitulah Pak. Kita sudah berusaha untuk selalu hati-hati, tertib dan disiplin. Tapi karena ulah orang lain yang tidak peduli dan cenderung ugal-ugalan, kita juga bisa kena celakanya. Jadi sebenarnya kedisiplinan dan mematuhi peraturan di jalan itu bukan semata-mata untuk keselamatan diri sendiri, tapi juga turut menjaga keselamatan orang lain. Dengan sikap kita yang ceroboh dan tidak peduli dengan tata tertib, kita dapat menjadi penyebab sebuah kecelakaan terjadi. Jangan sampai kita jadi penyebab kecelakaan bagi orang lain.”

“Iya, betul Pak Aman. Saya menyesal sudah berlaku tidak disiplin.” Balas Pak Yogi sambil merenungi sikapnya selama ini.

Kondisi Pak Aman berangsur membaik. Setelah satu bulan beristirahat, akhirnya ojek Pak Aman mulai beroperasi kembali. Langganan ojeknya pun sudah banyak yang menanti. Satu bulan tak terlihat di pangkalan ojek, banyak pelanggan yang bertanya-tanya kondisi Pak Aman. Mereka pun sering mendoakan Pak Aman supaya bisa ngojek lagi.
 
Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen "Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan." #SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra Honda Motor dan Nulisbuku.com 









  

No comments:

Post a Comment