Ada
tradisi atau kebiasaan yang terjadi di setiap datangnya bulan Ramadhan. Sebut saja
pedagang makanan dadakan yang menggelar dagangannya di pinggir jalan. Fenomena ini
dapat kita jumpai hampir di setiap sudut jalan. Ada penjual kolak, gorengan,
lontong, kue kering, dll. Kemudian muncul pula tradisi petasan yang “special”
dinyalakan hanya bulan Ramadhan. Nah, yang kedua inilah yang disebut polusi jadi tradisi.
Mengapa
polusi? Ya, petasan menimbulkan polusi suara. Polusi suara adalah suara keras
yang sangat mengganggu yang diakibatkan oleh music yang sangat kencang,
kendaraan yang lalu lalang dengan suara bising dan petasan yang menimbulkan
suara yang cukup mengguncangkan hati, dan suara bising lainnya.
Entah
kapan, siapa dan bagaimana kebiasaan bermain petasan ini hadir di setiap
Ramadhan tiba. Seolah menjadi tradisi, hal ini otomatis muncul di bulan puasa.
Biasanya yang memainkan petasan adalah anak-anak hingga remaja. Mereka akan
mulai beraksi sejak tiba waktu shalat Isya hingga tarawih, pun masih berlanjut
hingga tengah malam menjelang sahur.
Lucunya
hampir di setiap wilayah terjadi hal yang sama. Di daerah mana pun kita
singgah, bisa dipastikan anak-anak terlihat asyik memainkan petasan dan mereka
pun terhibur karenanya. Ya, bagi mereka ini adalah kesempatan untuk memuaskan
diri bermain petasan. Tak peduli apa yang terjadi dengan orang-orang sekitar
yang terganggu oleh polusi suara yang mereka timbulkan.
Saya
sendiri sangat menyesalkan mengapa tradisi seperti ini selalu ada. Padahal sudah
sering saya mendengar berita bahwa setiap Ramadhan tiba, pihak berwajib selalu
siap melakukan razia petasan. Polisi mungkin telah melarang peredaran petasan
yang sangat meresahkan mayarakat, tapi pada kenyataannya benda yang satu
ini masih saja leluasa dijual di mana-mana.
Jadi,
apa hasil dari razia dan pelarangan tersebut?
Yang
ada hanyalah keresahan yang terjadi akibat suara pekik petasan di
lingkungan tempat tinggal kita. Tak bisa dihindari setiap malam-malam Ramadhan
telinga kita harus siap disuguhi oleh pekik petasan yang menggelegar. Jangankan
di sekitar lingkungan rumah, di sekitar masjid pun berseliweran anak-anak yang
sibuk bermain petasan sementara orang dewasa yang ada di masjid melakukan shalat
tarawih.
Masjid
seharusnya menjadi tempat yang tenang dan nyaman untuk beribadah. Tapi dengan
adanya tradisi polusi ini, tak didapat ketenangan ibadah yang diharapkan. Di jalan-jalan,
di gang-gang, di lapangan, menjadi tempat yang tak luput dari aksi petasan yang
dilakukan oleh anak-anak kita. Suaranya yang sangat memekakan telinga sangat
mengganggu ketenangan masyarakat, belum lagi bila ada anak kecil atau bayi di
lingkungan tersebut, orangtua yang lanjut usia, orang sakit tak luput dari sasaran. Bahaya? Sudah pasti. Boros? Apalagi.
Lalu,
apakah pantas aksi buruk itu dijadikan tradisi? Di mana orangtua yang
bertanggungjawab atas kebiasaan buruk anak-anaknya? Di mana pihak berwajib yang
katanya sudah mengontrol kehadiran petasan setiap menjelang Ramadhan? Apakah masih
berlaku peraturan pelarangan-pelarangan itu? Atau malah hilang entah ke mana?
No comments:
Post a Comment