Wednesday 8 June 2016

Sang Penakluk Konstantinopel





Saya baru saja menyelesaikan membaca buku sejarah "Muhammad Al Fatih 1453" dalam menaklukan Konstantinopel. Buku yang saya beli tahun 2013 di Surabaya itu baru tuntas dibaca pada awal Juni 2016 lalu. Wow! Betapa waktu yang sangat panjang untuk membaca satu buku.

Tak biasanya saya membaca buku sampai selama itu. Paling lama sekitar satu minggu. Lalu ada apa dengan buku Muhammad Al Fatih ini hingga memakan waktu bertahun-tahun untuk menuntaskannya?


Jadi, pertama kali membeli dan membacanya saya tau kalau ini adalah buku sejarah. Mungkin sebagian dari kita tidak begitu tertarik dengan bacaan yang bertema sejarah, begitu juga saya. Bab-bab awal buku ini terasa berat saya cerna. Saya coba membaca ulang tetap saja tak paham tentang apa yang disampaikan dalam bukunya. Akhirnya saya simpan kembali buku karya Ust. Felix Siauw itu ke dalam tumpukan buku-buku saya.

Akhirnya pada akhir Mei 2016 lalu saya memutuskan untuk mengambil buku yang sudah bertahun lamanya berada di tumpukan buku di dalam dus, kemudian mulai membaca ulang semuanya. Saya berusaha memahami isinya sejak bab-bab awal. Sedikit demi sedikit saya mulai bisa menangkap isi dari buku itu. Saya mulai memahami cerita awal penaklukan Konstantinopel.

Bab demi bab yang saya baca semakin seru dan membuat penasaran. Perjuangan yang dilakukan Al Fatih selama beberapa kali untuk menembus tembok Konstantinopel belum juga membuahkan hasil. Berbagai cara dan strategi telah dilakukan oleh Sang Sultan Pemimpin kaum Muslim itu. Namun Allah belum memberikan kemenangan pada kaum Muslim.

Dari penyerangan-penyerangan yang gagal itu Al Fatih senantiasa melakukan evaluasi apa yang menyebabkan ia dan pasukannya gagal. Dalam setiap kegagalannya Sang Sultan selalu berhasil menciptakan ide-ide baru dan rahasia. Tak ada seorang pun yang mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Sultan.

Dalam buku ini dijabarkan bagaimana Al Fatih meminta seorang ahli pembuat meriam raksasa. Membaca bab ini membuat saya takjub, bagaimana sebuah meriam dibuat dengan sangat detil, mulain dari perhitungan berat meriam itu, jarak tempuh yang bisa dicapai untuk menghancurkan tembok Konstantinopel. Semuanya dikerjakan oleh tenaga ahli yang terpercaya. Yang paling menggentarkan adalah selama pengerjaan meriam raksasa itu tak henti-hentinya dzikir keluar dari lisan para pekerja yang merupakan pasukan terbaik dari sebaik-baik pemimpin.

Al Fatih merupakan pemimpin muda pada masa pemerintahan ustmani di Turki. Ia diangkat sebagai khalifah pada saat usianya baru 19 tahun. Banyak kalangan musuh yang meragukan kemampuannya dalam memimpin. Tapi Al Fatih telah membuktikan bahwa apa yang mereka pikirkan itu salah. Al Fatih adalah sosok pemimpin yang tegas bila berhadapan dengan musuh, tapi tetap lembut terhadap rakyatnya.

Penaklukan Konstantinopel sendiri terjadi saat usianya mencapai 21 tahun. Al Fatih membuktikan apa yang telah dijanjikan Allah dan RasulNya menjadi nyata. Ia sangat meyakini apa yang telah ditanamkan oleh Sang Ayah yang merupakan sabda Nabi Saw., bahwa Konstantinopel akan takluk di tangan sebaik-baik pemimpin dan sebaik-baik pasukan.

Sejak kecil Al Fatih telah dididik oleh ulama-ulama terbaik Turki pada masa itu, hingga ia menjadi penghafal Al-qur’an pada usia 8 tahun. Berbagai ilmu dipelajarinya dari ulama-ulama tersebut, hingga ia menjadi seorang yang sangat takut dengan Tuhannya.

Al Fatih sangat menjaga keimanan pasukannya. Ia senantiasa membakar semangat pasukannya dengan mengatakan mereka adalah sebaik-baik pasukan yang telah dikirim Allah untuk menaklukan Konstantinopel. 

Setelah penaklukan Konstantinopel, Al Fatih menjadikan kota tersebut sebagai kota yang sangat maju dan disegani oleh kalangan Eropa dan dunia.


No comments:

Post a Comment