Kajian
yang bertajuk “Indonesia Is You” ini diselenggarakan dalam rangka hari
Kemerdekaan RI yang ke-71. Kajian yang mengangkat tema kepemimpinan ini rutin
diadakan di AQL Islamic Center setiap bulannya. Nah, pada kesempatan hari
kemerdekaan ini, Young Islamic Leadership sebagai penyelenggara, menghadirkan
DR. Adian Husaini yang didaulat sebagai pembicara. Beliau merupakan Ketua Dewan
Da’wah Islamiyah Indonesia dan pendiri INSIST.
Dalam
kajiannya ini pemuda menjadi objek utama dalam kepemimpinan. Dijelaskan
bagaimana pemuda pada masa dulu begitu produktif, penuh semangat militan dan
rasa nasionalisme. Pemuda Indonesia pada masa penjajahan dulu sudah memiliki
peran penting dalam membangun bangsa. Sebut saja Agus Salim yang diangkat
menjadi konsulat di Jeddah pada usia muda; Buya Hamka yang di usia 12 tahun
sudah membaca buku-buku sastra, filsafat, sejarah. Dalam sejarah Islam juga
dikenal banyak pejuang muda Islam yang ikut berperang menegakkan agama Islam.
usamah bin Zaid yang menjadi panglima perang pada usia 17 tahun, dan masih
banyak lagi.
Mengapa
pemuda zaman sekarang tidak semilitan dan semangat seperti pemuda zaman pejuang
dulu? Menurut Adian Husaini itu disebabkan oleh pendidikan di Indonesia yang
hanya mengedepankan nilai bukan ilmu. Seharusnya tujuan pendidikan itu adalah
mencari ilmu bukan untuk mendapatkan nilai. Tokoh-tokoh zaman dulu tidak
bergantung pada sekolah, tidak ada RPP, tidak ribet. Karena tujuan mencari ilmu
dalam Islam menanamkan nilai-nilai. Pendidikan sendiri didapat dari apa yang
terjadi di lapangan, bukan apa yang ada di kertas.
DR.
Adian menyampaikan kekhawatirannya melihat masih banyak lulusan sarjana yang
menganggur. Bahkan lulusan sekolah luar negeri pun masih saja bertanya “Apakah
ada pekerjaan untuk saya?”. Itu akibat jika pendidikan hanya mencari nilai,
setelah nilai didapat, mereka tidak serta merta siap menghadapi dunia yang
sebenarnya. Beliau berpesan pada pemuda “jangan jadi sarjana monyet” yang kuliah
hanya supaya bisa kerja dan mencari makan. Karena monyet tidak perlu kuliah
untuk mencari makan.
Anak-anak
kita hanya dilatih untuk menjawab soal-soal ujian bukan soal kehidupan.
Bayangkan saja, selama 14 tahun lebih anak kita hanya dilatih untuk menjawab
soal ujian. SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, kuliah 4 tahun, itu semua
akhirnya hanya untuk menjawab soal-soal ujian, bukan soal-soal kehidupan. DR.
Adian menyarankan agar kita melatih anak-anak menjawab soal-soal kehidupan.
Soal-soal kehidupan itu didapat dari iman, ilmu dan amal.
Salah
satu yang harus dibenahi di negeri adalah sistem pendidikan, termasuk semboyan
pendidikan yang berbahasa Jawa “Tut Wuri Handayani”, karena tidak semua orang
Indonesia mengerti Bahasa Jawa. Semboyan itu agak melenceng dari Sumpah Pemuda
yang menyatakan berbahasa satu Bahasa Indonesia. Adian Husaini sedikit
mengungkapkan candaannya dengan mengatakan, jika ia menjadi presiden Indonesia,
semboyan pendidikan akan berubah menjadi “Iman, Ilmu dan Jihad”. Karena
sejatinya pendidikan itu bertujuan membentuk manusia yang baik dan guru
merupakan mujahid intelektual yang akan mencetak generasi yang beriman dan
berilmu.
Melihat
kondisi negeri ini yang semakin jatuh ke dalam keterpurukan, Adian Husaini
masih melontarkan candaannya, jika ia menjadi presiden. Apa yang akan dilakukan
jika Adian husaini menjadi presiden sudah ada dalam pikirannya dan telah
dirancang dengan begitu baik. Misalnya, dalam dunia pendidikan, UN yang wajib
dikerjakan oleh siswa versi Adian Husaini bukan menjawab soal Matematika,
Bahasa Indonesia, Bahsa Inggris dan yang lainnya, melainkan akan ditanya
bagaimana sholatnya, sampai di mana kemampuan baca Qur’annya, akhlaqnya baik
atau tidak.
Kasus
lainnya ketika ia melihat Bandara Soekarno Hatta sebagai pintu gerbang dunia
internasional, tapi sama sekali tidak mencerminkan Indonesia sebagai negeri yang
berpenduduk mayoritas Islam. Terbukti dengan adanya patung sebagai penyambut
mereka yang datang. Beliau bertanya apa fungsi dari patung itu, tidak ada dalam
Islam mendirikan patung-patung. Jika Adian Husaini jadi presiden ia akan
mengganti penyambutan dengan menempelkan lafaz Bismillahirrahmaanirrahiim dalam
bentuk yang besar hingga dapat dilihat semua orang dan masjid akan menjadi
bangunan pertama yang dilihat oleh pengunjung bandara, tidak hanya menjadi
bangunan kecil yang berada di pojokan.
Sekali
lagi jika Adian Husaini jadi Presiden, dalam bidang hukum ia akan memberikan
pilihan pada pelaku kriminal apakah akan dihukum dengan hukum syariah atau
konvensional. Pelaku zina misalnya, jika ia memilih hukum syariah maka ia akan
menjalani hukuman rajam dan selesai. Jika ia mencuri maka harus siap potong
tangan dan selesai. Jadi tidak perlu ada sidang, dipenjara bertahun-tahun dan
menunggu vonis itu pun membutuhkan waktu yang lama dan berbelit-belit.
Aturan
Islam itu mudah sebenarnya, hanya manusianya saja yang membuat jadi sulit. Jika
menjalaninya dengan baik sesuai aturan maka hidup pun akan tenang dan nyaman. Tapi
kebanyakan kita malah menyepelekan syariat itu sendiri. Padahal hukum syariat
langsung dari Allah, Allah yang buat. Sedangkan hukum konvensional buatan
manusia yang bisa kapan saja berubah sesuai kehendak pembuat peraturan.
Marilah
jadi pemuda Indonesia yang memiliki tujuan dengan iman, ilmu dan amal. Pemuda harus
punya rencana, cita-cita, karena hidup itu digerakkan oleh tujuan. Jadilah solih
dalam profesi apa pun, jadi tukang batu yang solih, tukang tambal ban yang
solih, jadilah mujahid yang memiliki sklill ekonomi Islam, jadilah mujahid yang
memiliki skill elektro, jadilah mujahid yang memiliki skill kedokteran. Tidak
hanya focus pada ilmu dan gelar yang didapat di dunia, gelar dokter ini,
insinyur itu, sarjana ini, ahli itu, tetapi tidak mempunya iman dan ilmu yang
bisa diamalkan. Astaghfirullah, semoga kita tidak termasuk ke dalam golongan
tersebut.
No comments:
Post a Comment