Thursday 4 August 2016

Politik: Pion Utamanya adalah Wanita dan Kaum Muda



 
Uni Fahira Idris (tengah, gamis hitam)  bersama peserta akhwat
Kajian tema politik? Eehm, sepertinya jarang atau hampir tidak ada ya kajian dengan tema tersebut. Pada umumnya tema-tema yang dibahas dalam sebuah kajian adalah tentang ibadah, sedekah, fikih, jihad, rumah tangga, dll. Padahal selain ilmu agama yang penting untuk dipalajari, ilmu politik adalah salah satu ilmu yang juga penting dipahami oleh kita umat Islam.

Politik bukan hanya dominasi orangtua atau laki-laki saja, justru pion utama dalam politik adalah kaum muda dan perempuan, begitu kata Uni Fahira Idris, anggota DPD RI. Lho, kenapa politik begitu erat dengan kaum muda dan perempuan?


Pertama, pemuda adalah ujung tombak politik di sebuah negara. Sayangnya para pemuda saat ini dininabobokan oleh fashion, music, film dan semua hal yang berbau kesenangan masa muda. Masih banyak pemuda yang tidak mau ambil pusing dengan dunia politik, tidak mau terlibat dalam organisasi. Padahal pelajaran politik paling baik adalah di masa muda. Oleh karna itu, kaum muda harus bangkit, pelajari dan pahami ilmu politik dari sekarang.

Kedua, mengapa perempuan? Ketahuilah kaum perempuan sangat pandai mempengaruhi. Menurut Uni Fahira, politik adalah ilmu seni yaitu seni mempengaruhi masyarakat. Maka dalam hal mempengaruhi perempuanlah ahlinya. Perempuan dapat dengan mudah mempengaruhi suaminya, keluarganya, ibu-ibu pengajian, bahkan lingkungan sekitarnya. Jadi jangan meremehkan peran perempuan dalam dunia politik.

Sebelum terjun ke dunia politik, Uni Fahira adalah seorang pengusaha yang mana darah pengusaha mengalir dari kakeknya. Pada usia 20-30 tahun, uni hanya fokus pada usahanya tanpa tertarik pada dunia politik. Ketertarikannya pada dunia politik datang terlambat, yaitu pada usia yang tidak tergolong muda lagi. Ketertarikannya di dunia politik berangkat dari kegelisahan. “Politik adalah sebuah kegelisahan yang ada dalam diri”, ucap Uni. Beliau sangat senang dan menghargai para pemuda yang melek politik.

Pengalaman berpolitiknya tidak selalu berjalan sesuai dengan keinginan. Susah, sedih, derita, bullying hingga dicap rasis oleh orang-orang yang tidak menyukainya, semua dihadapinya dengan tegar. Uni menceritakan kisahnya yang cukup memilukan.

Suatu hari Uni mendapat telpon yang mengabarkan ada seorang pendeta yang ditusuk oleh orang bersorban putih. Dalam benak kita orang yang bersorban putih itu pastilah orang Islam. Uni Fahira berusaha mencari cara untuk meredam timbulnya perang antar agama. Uni menghubungi semua orang yang dikenalnya untuk datang ke rumah sakit tempat di mana pendeta itu mendapatkan perawatan. Tiba di rumah sakit, rupanya semua yang datang adalah muslimah yang sudah pasti berjilbab. Hanya satu orang saja yang beragama Nasrani.

Bertemu dengan keluarga pendeta yang ditusuk tadi, uni berusaha tenang dan berlaku sopan. Namun keluarga sang pendeta tidak sudi menerima kehadiran mereka. Tujuan uni datang ke rumah sakit adalah untuk menyumbangkan darah, karena beliau mendapat kabar bahwa sang pendeta banyak mengeluarkan darah. Istri sang pendeta tidak sudi menerima darah dari uni dan teman muslimah yang hadir saat itu.

Dokter datang dan mengingatkan bahwa stok darah menipis dan harus segera mendapatkan donor. Akhirnya uni Fahira dan kawan-kawan tetap menyumbangkan darah mereka untuk pendeta. Istri pendeta pun akhirnya melunak dan mulai bisa tersenyum pada mereka yang menyumbangkan darah pada suaminya. Suka tidak suka darah yang mengalir dalam tubuh suaminya adalah darah seorang muslim. Belakangan diketahui bahwa orang yang menusuk pendeta hanyalah oknum yang tidak bertanggungjawab.

Kisah lain yang lebih memilukan diceritakan oleh Uni fahira Idris. Saat dirinya mendapat tugas ke luar kota, beliau menitipkan anak-anak pada asisten rumah tangganya yang baru. Uni berpesan bahwa setiap sore anak-anak harus mengaji. Sang asisten segera menanggapi perintah majikannya dengan, “Maaf bu, saya tidak bisa mengaji”. Uni terkejut mendengar jawaban itu. Uni pun bertanya mengapa ia tidak bisa mengaji. Uni Fahira lebih shock lagi mendengar jawaban dari pertanyaan ini. Sang asisten rumah tangga menjawab, “Di kampung saya sudah tidak ada yang belajar mengaji karena tidak ada guru ngaji lagi.”

Kami semua yang hadir pada kajian hari itu terkejut, tak menyangka hal itu terjadi di Indonesia yang penduduknya (masih) mayoritas muslim. Pengalaman ini tidak hanya dialami oleh Uni Fahira Idris sendiri, salah satu peserta kajian yang mendapatkan kesempatan bertanya menyampaikan hal yang sama, bahwa di daerahnya (sayang sekali saya lupa nama daerahnya) juga sudah tidak ada guru mengaji lagi. Air mata para peserta kajian hari itu tak dapat ditahan lagi. Hal yang paling menyakitkan bagi umat Islam adalah ketika Al-qur’an tidak terdengar lagi kumandangnya. Innalillahi wainna ilaihi rooji’un.

Lalu, mengapa semua ini terjadi? Ini akibat kita yang tidak mengerti, tidak peduli, masa bodoh dengan dunia politik saat ini. Inilah akibat dari penguasa atau pemimpin yang tidak memperjuangkan Islam. Indonesia pada umumnya dan Jakarta khususnya saat ini sedang diuji oleh Allah dengan hadirnya seorang pemimpin yang jauh dari ajaran Islam.

Maka dari itu, wahai pemuda, wahai rakyat Indonesia mari pahami dunia politik. Jadikan dunia politik sebagai jalan dakwah, jalan kebaikan sebagai wujud cinta kita pada Indonesia. Indonesia akan lebih berkah dengan pemimpin yang beriman. Karena pemimpin muslim tidak mungkin mendzolimi rakyatnya yang non-muslim. Sedangkan jika pemimpin itu adalah seorang non-muslim, kebijakannya lebih banyak menyakiti hati muslim.

  

No comments:

Post a Comment