Sabtu,
15 April 2017, saya berkesempatan menghadiri pameran rempah-rempah. Pameran ini
digelar di Gedung Galeri Pos Indonesia,
Kota Tua. Selain pameran, kegiatan ini juga diramaikan dengan acara
bincang-bincang dengan tema seputar rempah-rempah. Tema rempah-rempah ini menarik sekali bagi
saya, karena jarang sekali saya temukan sebuah acara diskusi, seminar dan
semacamnya yang mengangkat rempah-rempah sebagai tema utama. Ah, mungkin saja
pergaulan saya yang kurang luas, sehingga tidak mengetahui kegiatan seperti
ini.
Diskusi
kali ini menghadirkan pembicara seorang pengajar di Universitas Khairun,
Ternate, yaitu Yanuardi Syukur, Msi. Beliau juga merupakan anggota komunitas penulis
Forum Lingkar Pena. Tema diskusi hari ini adalah “Rempah dan Ilmu Gaib”.
Berbicara
tentang rempah tak bisa dipisahkan dari masyarakat Indonesia, karena bicara
rempah berarti bicara Indonesia. Rempah-rempah itu sendiri menjadi salah satu
komoditi yang diperebutkan oleh penjajah pada masa lalu. Sayangnya msyarakat
kita belum memaksimalkan potensi rempah-rempah yang ada. Rempah-rempah yang
kita tahu secara umum digunakan sebagai bahan penyedap masakan. Padahal lebih
daripada itu, rempah dapat digunakan ssebagai perawatan dan pengobatan.
Ilmu
gaib lebih banyak disinggung dalam diskusi kali ini. mas Yankur, begitu beliau
biasa disapa, banyak menceritakan hal-hal mistis atau gaib yang masih
dipercaya oleh masyarakat Indonesia. Setiap daerah memiliki kepercayaan
masing-masing yang berkaitan dengan ilmu gaib. Sebagai contoh, masyarakat di beberapa daerah
lebih memilih membawa anak mereka yang terserang sakit ke dukun atau para
normal daripada ke dokter untuk penyembuhan.
Selain
kepercayaan pada ilmu gaib yang terjadi di masyarakat, rupanya ilmu gaib juga
ada kaitannya dalam dunia politik. Betapa masih banyak calon pemimpin di
daerah-daerah yang mendatangi “orang pintar” agar ia dapat terpilih menjadi
gubernur, bupati, dll. Mereka rela menghabiskan uang jutaan untuk dialokasikan
kepada “orang pintar” tersebut.
Mungkin kita yang hidup di daerah perkotaan agak sulit mempercayai hal-hal gaib semacam itu. Tapi sejatinya itu ada dan sebagian masyarakat kita pun masih meyakininya. Karna sesungguhnya sesuatu yang tidak terlihat itu bukan berarti tidak ada. Seperti angin yang tidak terlihat tapi dapat kita rasakan, tutur Mas Yankur.
Pada
akhirnya masih banyak hal yang perlu dikaji, diteliti dan dipelajari lagi
tentang rempah-rempah ini agar lebih popular di masyarakat, sehingga
manfaatnnya lebih bisa dirasakan oleh kita semua.
Pameran
rempah ini masih akan berlangsung hingga Minggu 16 April 2017. Dengan
kegiatan-kegiatan menarik lainnya seperti workshop, kreatifitas dan
bincang-bincang seputar rempah-rempah. Jika ingin mendapatkan bibit
rempah-rempah, panitia juga menyediakan bibit-bibit yang bisa dibeli di
sana.
Topik yg jarang diulik emang kok. Apa mungkn sy jg yg kuper, ya? Anyway, terima kasih atas catatannya.
ReplyDeleteHehee...sesama kuper dong kita :D
DeleteHehee...sesama kuper dong kita :D
Delete