Judul: ADAB (Aqidah, Dakwah dan Budaya)
Penulis: Ahmad Lamuna, Elenra, Etika Avicenna, Bintu Khansa, Rahmat Zubair, Arya Noor, Agus Dwi Putra
Diterbitkan oleh: Divisi Rohis FLP Jakarta, 2016
“Al-Ilmu shaidun wal kitaabatu qaiduhu, qayyid shuyuudaka bil
hibaalil waatsiqah. Ilmu adalah binatang buruan, sedangkan menulis adalah
pengikatnya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat”
Mahfuzhat di atas menjadi salah satu alasan saya menulis. Bagi
orang yang mudah lupa seperti saya, menulis dapat menjadi sarana pengingat
tentang ilmu yang berhasil ditangkap dari mana pun. Saya berusaha untuk
menuliskan informasi atau ilmu apa saja dari, misalnya sebuah kajian, seminar,
workshop, bedah buku, bahkan dari novel atau buku yang saya baca.
Sejak bergabung di sebuah komunitas menulis, yakni Forum
Lingkar Pena, saya jadi tahu bagaimana membuat tulisan yang baik dan teknik menulis yang benar,
serta semakin yakin dengan tujuan saya menulis selain mengikat ilmu. Saya merasa
FLP sesuai degan apa yang saya inginkan, karena FLP merupakan gerakan literasi
yang membawa nilai Islam di dalamnya.
Sebagai seorang muslim kita tahu bahwa apa pun yang kita
perbuat di dunia ini akan diminta pertanggung jawabannya di akhirat kelak, termasuk
menulis. Tulisan yang kita buat hendaknya sesuatu yang bisa dipertanggung
jawabkan di hadapanNya. Dan FLP merupakan salah satu alat bagi saya untuk mengontrol
tulisan saya agar tidak melenceng dari dua sumber utama umat Islam, Al-qur’an
dan Al-hadist.
Bagaimana caranya mengontrol tulisan agar tetap berada di koridor
yang tidak melenceng dari dua sumber tersebut?
Buku ADAB (Aqidah, Dakwah dan Budaya) karya teman-teman di
divisi rohis FLP Jakarta, memiliki jawabannya. Berikut ini saya jabarkan
sedikit isi dari buku tersebut, tentunya berdasarkan pemahaman saya yang masih
harus banyak belajar ini.
AQIDAH
Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang artinya pengikat. Aqidah sebagai
fondasi agama yang mengikat pemeluknya dengan dua kalimat penting sebagai
gerbang masuknya seseorang ke dalam agama Islam. Dua kalimat tersebut adalah
Laa ilaaha illallah, Muhammadar Rasulullah. Aqidah kita yaitu mengakui tidak
ada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
Seperti yang kita tahu FLP merupakan wadah kepenulisan yang
berlandaskan aqidah Islam, meskipun tidak menutup kemungkinan ada umat beragama
lain yang ingin bergabung dalam komunitas ini. Dan FLP menurut saya sangat
terbuka dalam hal ini. Seperti kutipan dari buku ini “Sebagai seorang musilm,
kita diwajibkan untuk berbuat baik, saling mengasihi dan menghormati antar sesame,
tidak terkecuali mereka yang beragama lain”(hlm. 17).
DAKWAH
Tugas dakwah bukan hanya kewajiban seorang ulama, ustadz,
kiai atau guru saja. Setiap jiwa yang tertanam aqidah Islam dalam dirinya juga
memiliki tanggung jawab dalam berdakwah. Dakwah juga tidak menuntut kita
menjadi sempurna dulu dalam pemahaman agama, karena manusia tentunya tidak
luput dari dosa dan tidak semua orang berkesempatan menuntut ilmu agama Islam
di sekolah-sekolah Islam.
Lalu apa yang bisa kita dakwahkan? Sesedikit apa pun ilmu
yang kita miliki tentang Islam, sampaikanlah! Mengajak pada kebaikan dan
menyeru ke jalan Allah merupakan amal yang sangat mulia di sisi Allah.
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal solih dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Fusshilat: 33)
Oleh sebab itu, dilarang bagi setiap muslim lari dari
kewajibann dakwah ini. Sudah sepatutnya kita ikut turun tangan bersama para da’I
untuk menyeru manusia kepada syari’at Allah. Sebab masih banyak dari kita yang
lalai dan tunduk pada hawa nafsu.
Bagi seorang penulis, dakwah juga bisa dilakukan lewat
tulisan yang kita kenal dengan istilah dakwah bil qalam. Ibnu Katsir dalam
tafsirnya berkata, “Terkadang ilmu hadir dengan berpikir, terkadang dengan lisan
dan terkadang dengan tulisan” (hlm. 40)
Tulislah sesuatu yang mencerahkan, menginsiraasi yang dapat
membawa manfaat bagi pembaca. Berdakwah lewat tulisan tidak melulu harus
sesuatu yang berat hingga membuat dahi berkerut. Kita tidak harus menulis buku
agama yang berisi banyak rujukan dari tafsir ini dan itu. Kita bisa menulis
sesuatu yang ringan seperti cerpen, puisi atau artikel pendek yang dapat diselipkan
nilai-nilai kebaikan di dalamnya. Misalnya tentang menebarkan salam, saling
memberi hadiah, menolong orang miskin atau membantu seorang nenek yang ingin
menyebrang jalan.
BUDAYA
Indonesia terdiri dari berbagai macam budaya dan adat
istiadat yang telah mengakar di masyarakat. Tidak sedikit adat istiadat
tersebut yang melenceng dari syari’at Islam. Namun, Islam diturunkan bukan
untuk mengganti tradisi masyarakat, melainkan untuk menyempurnakan tradisi
masyarakat yang sudah ada (hlm. 101).
Para Sunan yang menyebarkan Islam di Indonesia adalah contoh
baik dalam hal membersihkan kemusyrikan dalam masyarakat. Sebagai contoh,
sebuah pertunjukkan wayang tentang Mahabarata. Kanjeng Sunan tidak serta merta
melarang masyarakat menyaksikan pertunjukkan tersebut. hanya saja Kanjeng Sunan
memasukkan unsur-unsur Islam dalam cerita Mahabarata tersebut.
Dengan begitu, masyarakat dapat menyaksikan pertunjukkan
wayang sekaligus mengambil hikmah atau pelajaran dari kisahnya yang mungkin
selama ini belum mereka pahami. Jadi, Islam tidak anti dengan budaya dan budaya
pun sebaiknya tidak bertentangan dengan Islam. Semuanya kembali pada dua sumber
utama umat Islam, yaitu Al-qur’an dan As
Sunnah.
Buku ADAB ditulis dengan tujuan menjadi acuan bagi para
penulis FLP agar tetap menghasilkan tulisan berkualitas serta tidak melenceng
dari visi misi FLP. Bukan berarti buku
ini membatasi ruang gerak atau kreatifitas menulis setiap anggotanya. Karena
sejatinya sebebas apa pun kita menulis harus ada batasan-batasan yang jelas
agar tulisan kita tidak hanya laku di pasaran, tidak hanya menghasilkan keuntungan
yang melimpah, tapi juga dapat memberi manfaat sebagai pemberat amal kebaikan
di yaumil akhir nanti.
Itu semua kembali pada masing-masing niat atau motivasi kita
dalam menulis. Tengok lagi niat awal kita menulis. Sudahkah lurus hanya
megharap ridho Allah? atau mungkin niat kita masih seputar materi dan
ketenaran? Apa pun itu, bersyukurlah kita masih diberi kesempatan untuk
memperbaharui niat. Tetaplah menulis sambil memperbaharui niat. Menulis untuk
dakwah, Menulis untuk kebaikan.
No comments:
Post a Comment