Sunday 26 March 2017

Menulis Sebagai Sarana Dakwah



Judul: ADAB (Aqidah, Dakwah dan Budaya)
Penulis: Ahmad Lamuna, Elenra, Etika Avicenna, Bintu Khansa, Rahmat Zubair,   Arya Noor, Agus Dwi Putra
Diterbitkan oleh: Divisi Rohis FLP Jakarta, 2016




Al-Ilmu shaidun wal kitaabatu qaiduhu, qayyid shuyuudaka bil hibaalil waatsiqah. Ilmu adalah binatang buruan, sedangkan menulis adalah pengikatnya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat”

Mahfuzhat di atas menjadi salah satu alasan saya menulis. Bagi orang yang mudah lupa seperti saya, menulis dapat menjadi sarana pengingat tentang ilmu yang berhasil ditangkap dari mana pun. Saya berusaha untuk menuliskan informasi atau ilmu apa saja dari, misalnya sebuah kajian, seminar, workshop, bedah buku, bahkan dari novel atau buku  yang saya baca.

Sejak bergabung di sebuah komunitas menulis, yakni Forum Lingkar Pena, saya jadi tahu bagaimana membuat tulisan yang baik dan teknik menulis yang benar, serta semakin yakin dengan tujuan saya menulis selain mengikat ilmu. Saya merasa FLP sesuai degan apa yang saya inginkan, karena FLP merupakan gerakan literasi yang membawa nilai Islam di dalamnya.


Sebagai seorang muslim kita tahu bahwa apa pun yang kita perbuat di dunia ini akan diminta pertanggung jawabannya di akhirat kelak, termasuk menulis. Tulisan yang kita buat hendaknya sesuatu yang bisa dipertanggung jawabkan di hadapanNya. Dan FLP merupakan salah satu alat bagi saya untuk mengontrol tulisan saya agar tidak melenceng dari dua sumber utama umat Islam, Al-qur’an dan Al-hadist.
 
Bagaimana caranya mengontrol tulisan agar tetap berada di koridor yang tidak melenceng dari dua sumber tersebut?

Buku ADAB (Aqidah, Dakwah dan Budaya) karya teman-teman di divisi rohis FLP Jakarta, memiliki jawabannya. Berikut ini saya jabarkan sedikit isi dari buku tersebut, tentunya berdasarkan pemahaman saya yang masih harus banyak belajar ini.

AQIDAH

Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang artinya pengikat. Aqidah sebagai fondasi agama yang mengikat pemeluknya dengan dua kalimat penting sebagai gerbang masuknya seseorang ke dalam agama Islam. Dua kalimat tersebut adalah Laa ilaaha illallah, Muhammadar Rasulullah. Aqidah kita yaitu mengakui tidak ada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.

Seperti yang kita tahu FLP merupakan wadah kepenulisan yang berlandaskan aqidah Islam, meskipun tidak menutup kemungkinan ada umat beragama lain yang ingin bergabung dalam komunitas ini. Dan FLP menurut saya sangat terbuka dalam hal ini. Seperti kutipan dari buku ini “Sebagai seorang musilm, kita diwajibkan untuk berbuat baik, saling mengasihi dan menghormati antar sesame, tidak terkecuali mereka yang beragama lain”(hlm. 17).

DAKWAH

Tugas dakwah bukan hanya kewajiban seorang ulama, ustadz, kiai atau guru saja. Setiap jiwa yang tertanam aqidah Islam dalam dirinya juga memiliki tanggung jawab dalam berdakwah. Dakwah juga tidak menuntut kita menjadi sempurna dulu dalam pemahaman agama, karena manusia tentunya tidak luput dari dosa dan tidak semua orang berkesempatan menuntut ilmu agama Islam di sekolah-sekolah Islam. 

Lalu apa yang bisa kita dakwahkan? Sesedikit apa pun ilmu yang kita miliki tentang Islam, sampaikanlah! Mengajak pada kebaikan dan menyeru ke jalan Allah merupakan amal yang sangat mulia di sisi Allah.


“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal solih dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Fusshilat: 33)


Oleh sebab itu, dilarang bagi setiap muslim lari dari kewajibann dakwah ini. Sudah sepatutnya kita ikut turun tangan bersama para da’I untuk menyeru manusia kepada syari’at Allah. Sebab masih banyak dari kita yang lalai dan tunduk pada hawa nafsu.

Bagi seorang penulis, dakwah juga bisa dilakukan lewat tulisan yang kita kenal dengan istilah dakwah bil qalam. Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata, “Terkadang ilmu hadir dengan berpikir, terkadang dengan lisan dan terkadang dengan tulisan” (hlm. 40)

Tulislah sesuatu yang mencerahkan, menginsiraasi yang dapat membawa manfaat bagi pembaca. Berdakwah lewat tulisan tidak melulu harus sesuatu yang berat hingga membuat dahi berkerut. Kita tidak harus menulis buku agama yang berisi banyak rujukan dari tafsir ini dan itu. Kita bisa menulis sesuatu yang ringan seperti cerpen, puisi atau artikel pendek yang dapat diselipkan nilai-nilai kebaikan di dalamnya. Misalnya tentang menebarkan salam, saling memberi hadiah, menolong orang miskin atau membantu seorang nenek yang ingin menyebrang jalan.
 
BUDAYA

Indonesia terdiri dari berbagai macam budaya dan adat istiadat yang telah mengakar di masyarakat. Tidak sedikit adat istiadat tersebut yang melenceng dari syari’at Islam. Namun, Islam diturunkan bukan untuk mengganti tradisi masyarakat, melainkan untuk menyempurnakan tradisi masyarakat yang sudah ada (hlm. 101).
 
Para Sunan yang menyebarkan Islam di Indonesia adalah contoh baik dalam hal membersihkan kemusyrikan dalam masyarakat. Sebagai contoh, sebuah pertunjukkan wayang tentang Mahabarata. Kanjeng Sunan tidak serta merta melarang masyarakat menyaksikan pertunjukkan tersebut. hanya saja Kanjeng Sunan memasukkan unsur-unsur Islam dalam cerita Mahabarata tersebut.

Dengan begitu, masyarakat dapat menyaksikan pertunjukkan wayang sekaligus mengambil hikmah atau pelajaran dari kisahnya yang mungkin selama ini belum mereka pahami. Jadi, Islam tidak anti dengan budaya dan budaya pun sebaiknya tidak bertentangan dengan Islam. Semuanya kembali pada dua sumber utama umat Islam, yaitu  Al-qur’an dan As Sunnah.

Buku ADAB ditulis dengan tujuan menjadi acuan bagi para penulis FLP agar tetap menghasilkan tulisan berkualitas serta tidak melenceng dari visi misi FLP. Bukan berarti buku  ini membatasi ruang gerak atau kreatifitas menulis setiap anggotanya. Karena sejatinya sebebas apa pun kita menulis harus ada batasan-batasan yang jelas agar tulisan kita tidak hanya laku di pasaran, tidak hanya menghasilkan keuntungan yang melimpah, tapi juga dapat memberi manfaat sebagai pemberat amal kebaikan di yaumil akhir nanti.

Itu semua kembali pada masing-masing niat atau motivasi kita dalam menulis. Tengok lagi niat awal kita menulis. Sudahkah lurus hanya megharap ridho Allah? atau mungkin niat kita masih seputar materi dan ketenaran? Apa pun itu, bersyukurlah kita masih diberi kesempatan untuk memperbaharui niat. Tetaplah menulis sambil memperbaharui niat. Menulis untuk dakwah, Menulis untuk kebaikan. 


No comments:

Post a Comment