Friday 29 December 2017

Lika Liku Perjalanan Bisnis Seorang Pengusaha Sukses






Judul : Chairul Tanjung Si Anak Singkong
Penulis : Tjahja Gunawan Diredja
Penerbit : Kompas
Tebal : 384 halaman
Terbit : Juni, 2012
Jakob Oetama- pada saat buku ini terbit, beliau merupakan Pemimpin Umum Kompas Gramedia- mengisahkan tentang mitologi Yunani kuno dalam pengantar buku ini. Alkisah ada seorang raja yang sangat sakti bernama Midas. Apa pun yang disentuh oleh tangannya akan berubah menjadi emas. Makanan yang akan disantapnya pun berubah menjadi emas. Jakob Oetama mengibaratkan Chairul Tanjung (CT) sebagai Raja Midas. Bedanya, jika Midas mengubah apapun menjadi emas, sedangkan CT setiap usaha apapun yang didirikan olehnya pasti laku, pasti untung.


Berbeda dengan Jakob Oetama, saat saya membaca kisah Yunani kuno yang entah benar-benar terjadi atau tidak, justru yang saya ingat adalah kisah salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu Abdurrahman bin ‘Auf. Sahabat Nabi yang satu itu terkenal seorang yang kaya raya dan selalu sukses dalam berbisnis. Apapun yang dijualnya pasti laku. Bahkan ketika salah seorang sahabat menawarkan salah satu istrinya untuk dipersunting oleh Abdurrahman, Abdurrahman menolak, ia malah minta ditunjukkan di mana letak pasar. 

Saya rasa kisah Abdurrahman bin Auf lebih cocok untuk dijadikan contoh. Karena kisah itu benar, nyata dan pernah terjadi di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Karir bisnis CT berawal di masa awal kuliahnya di Universitas Indonesia. CT berasal dari keluarga miskin. Orangtuanya tidak punya cukup uang untuk mendaftarkan kuliah di UI. Meski begitu orangtua CT merupakan orangtua yang sangat peduli dengan pendidikan anaknya. Sang Ibu meyakinkan CT bahwa ia akan mendapatkan uang untuk mendaftar kuliah di UI entah bagaimana caranya. 

Dapatlah sang ibu sejumlah uang untuk mendaftar kuliah CT. Saat itu tahun 1981, uang yang dibutuhkan untuk mendaftar kuliah di FKG-UI sebesar Rp. 75,000. CT lega akhirnya ia bisa berkuliah. Ia tidak mengetahui dari mana ibunya mendapatkan uang sampai ibunya sendiri yang menceritakan. 


“Chairul, uang kuliah pertamamu yang ibu berikan beberapa hari yang lalu ibu dapatkan dari menggadaikan kain halus ibu. Belajarlah dengan serius, Nak.”

Mendengar itu, CT merasa dunia runtuh, jantungnya seperti berhenti berdetak. Sejak saat itu ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak akan merepotkan orangtua lagi dalam membiayai kuliahnya. Ia bertekad mencari uang sendiri. Mulailah ia mencari-cari peluang apa saja yang bisa dilakukannya untuk meningkatkan kondisi keuangannya.

Bisnis pertamanya adalah fotokopi. CT melakukan survey ke semua tukang fotokopi di sekitar kampusnya. Setelah mengetahui harga fotokopi per lembarnya, muncullah ide untuk menawarkan fotokopi dengan harga lebih murah kepada teman-teman satu jurusan. Dan itu berhasil. Keuntungan pertamanya sebesar Rp. 15,000. Dari sanalah bisnisnya mulai merangkak, berdiri bahkan berlari.

Dari juragan fotokopi, ia mengembangkan bisnis ke penyediaan alat-alat praktikum untuk keperluan praktik teman-temannya di FKG-UI. Berikutnya ia membuka pabrik sepatu, yang belakangan berubah jadi pabrik sandal. Lalu, akuisisi Bank Mega, pembelian saham Carrefour, hingga membuat televisi yang sekarang dikenal dengan Trans TV dan Trans 7. Semua usaha dan bisnisnya ia raih dengan kerja keras, ikhlas dan jujur. CT mengungkapkan bahwa kunci utama bisnis adalah jaringan dan kepercayaan. Beruntung ia memiliki kelebihan bisa bergaul dengan siapa saja, baik dari kalangan bawah hingga presiden.

Tempaan kemiskinan di masa kecil hingga remaja menjadi bekal dalam menyongsong kehidupan di masa depan. Masa SD hingga SMP ia habiskan di sekolah Katholik Belanda, Van Lith. Ia bersyukur disekolahkan di sana, karena di sanalah ia ditempa dengan kedisiplinan dan kejujuran. Meskipun sebagian besar temannya adalah anak-anak yang tergolong mampu, CT tidak merasa minder, malah ia senang bisa bergaul dan berteman dengan berbagai kalangan.

SMAN 1 Boedoet menjadi almamater berikutnya. Sebenarnya sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah unggulan di Jakarta pada masa itu. Tapi sayang, meski bergelar sekolah unggulan, Boedoet terkenal dengan sekolah yang hobi tawuran. Beruntungnya, CT tidak termasuk siswa yang memiliki hobi tersebut. Ia justru menjadi salah satu siswa unggul di sekolah.

CT berbisnis tidak hanya untuk kepentingan pribadai dan keluarganya. Ia juga gemar berbagi. Selain memiliki banyak perusahaan di bawah naungan CT Corp, ia juga mendirikan yayasan kemanusiaan dan sekolah-sekolah. Cita-citanya yaitu ingin menjadikan Indonesia lebih maju dan mandiri. Ia ingin menciptakan orang-orang yang akan mengikuti jejaknya, orang-orang yang akan membawa Indonesia keluar dari kemiskinan dan pengangguran.

Salah satu motto CT dalam membangun sekolah ungulan di Aceh dan Medan yang sempat terkena bencana tsunami tahun 2004 lalu adalah “Kecerdasan harus dibarengi dengan kualitas iman dan takwa para siswa.” Oleh karna itu, sekolah yang didirikannya harus menjadi sekolah unggul dengan siswa-siswa berprestasi dan beriman. Berbagai tes masuk dan seleksi dilakukan dalam penerimaan siswa baru. Terpilihlan anak-anak yang cerdas walau dari kalangan tidak mampu. Dan CT membiayai seluruh anak korban tsunami dan anak tidak mampu di wilayah tersebut.

Menurut saya membaca buku biografi itu seru. Dari bab ke bab membuat saya terlarut dalam kisah perjalanan hidup sang tokoh. Adakalanya rasa haru membuncah, bangga, sedih dan kagum menjadi satu. Kelebihan buku ini menurut saya adalah lay out buku yang menarik, dilengkapi foto-foto berwarna dan jenis huruf yang cukup besar sehingga membuat mata nyaman saat membacanya, apalagi buat saya yang bermata empat 😀

Baiklah, pada akhirnya buku ini sangat inspiratif dan motivatif. Bagi kamu yang ingin merintis bisnis, saya anjurkan membaca buku ini agar terbuka wawasan dalam dunia kewirausahaan.



 

  

No comments:

Post a Comment