Judul : Chairul Tanjung Si Anak Singkong
Penulis : Tjahja Gunawan Diredja
Penerbit : Kompas
Tebal : 384 halaman
Terbit : Juni, 2012
Jakob
Oetama- pada saat buku ini terbit, beliau merupakan Pemimpin Umum Kompas
Gramedia- mengisahkan tentang mitologi Yunani kuno dalam pengantar buku ini.
Alkisah ada seorang raja yang sangat sakti bernama Midas. Apa pun yang disentuh
oleh tangannya akan berubah menjadi emas. Makanan yang akan disantapnya pun
berubah menjadi emas. Jakob Oetama mengibaratkan Chairul Tanjung (CT) sebagai
Raja Midas. Bedanya, jika Midas mengubah apapun menjadi emas, sedangkan CT
setiap usaha apapun yang didirikan olehnya pasti laku, pasti untung.
Berbeda
dengan Jakob Oetama, saat saya membaca kisah Yunani kuno yang entah benar-benar
terjadi atau tidak, justru yang saya ingat adalah kisah salah seorang sahabat
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu Abdurrahman bin ‘Auf. Sahabat Nabi
yang satu itu terkenal seorang yang kaya raya dan selalu sukses dalam
berbisnis. Apapun yang dijualnya pasti laku. Bahkan ketika salah seorang sahabat
menawarkan salah satu istrinya untuk dipersunting oleh Abdurrahman, Abdurrahman
menolak, ia malah minta ditunjukkan di mana letak pasar.
Saya
rasa kisah Abdurrahman bin Auf lebih cocok untuk dijadikan contoh. Karena kisah
itu benar, nyata dan pernah terjadi di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Karir
bisnis CT berawal di masa awal kuliahnya di Universitas Indonesia. CT berasal
dari keluarga miskin. Orangtuanya tidak punya cukup uang untuk mendaftarkan
kuliah di UI. Meski begitu orangtua CT merupakan orangtua yang sangat peduli
dengan pendidikan anaknya. Sang Ibu meyakinkan CT bahwa ia akan mendapatkan uang
untuk mendaftar kuliah di UI entah bagaimana caranya.
Dapatlah
sang ibu sejumlah uang untuk mendaftar kuliah CT. Saat itu tahun 1981, uang
yang dibutuhkan untuk mendaftar kuliah di FKG-UI sebesar Rp. 75,000. CT lega akhirnya
ia bisa berkuliah. Ia tidak mengetahui dari mana ibunya mendapatkan uang sampai
ibunya sendiri yang menceritakan.
“Chairul, uang kuliah pertamamu yang ibu berikan beberapa hari yang lalu ibu dapatkan dari menggadaikan kain halus ibu. Belajarlah dengan serius, Nak.”
Mendengar
itu, CT merasa dunia runtuh, jantungnya seperti berhenti berdetak. Sejak saat itu ia
berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak akan merepotkan orangtua lagi dalam
membiayai kuliahnya. Ia bertekad mencari uang sendiri. Mulailah ia mencari-cari
peluang apa saja yang bisa dilakukannya untuk meningkatkan kondisi keuangannya.
Bisnis
pertamanya adalah fotokopi. CT melakukan survey ke semua tukang fotokopi di
sekitar kampusnya. Setelah mengetahui harga fotokopi per lembarnya, muncullah
ide untuk menawarkan fotokopi dengan harga lebih murah kepada teman-teman satu
jurusan. Dan itu berhasil. Keuntungan pertamanya sebesar Rp. 15,000. Dari
sanalah bisnisnya mulai merangkak, berdiri bahkan berlari.
Dari
juragan fotokopi, ia mengembangkan bisnis ke penyediaan alat-alat praktikum untuk
keperluan praktik teman-temannya di FKG-UI. Berikutnya ia membuka pabrik
sepatu, yang belakangan berubah jadi pabrik sandal. Lalu, akuisisi Bank Mega,
pembelian saham Carrefour, hingga membuat televisi yang sekarang dikenal dengan
Trans TV dan Trans 7. Semua usaha dan bisnisnya ia raih dengan kerja keras,
ikhlas dan jujur. CT mengungkapkan bahwa kunci utama bisnis adalah jaringan dan
kepercayaan. Beruntung ia memiliki kelebihan bisa bergaul dengan siapa saja,
baik dari kalangan bawah hingga presiden.
Tempaan
kemiskinan di masa kecil hingga remaja menjadi bekal dalam menyongsong
kehidupan di masa depan. Masa SD hingga SMP ia habiskan di sekolah Katholik
Belanda, Van Lith. Ia bersyukur disekolahkan di sana, karena di sanalah ia ditempa dengan
kedisiplinan dan kejujuran. Meskipun sebagian besar temannya adalah anak-anak
yang tergolong mampu, CT tidak merasa minder, malah ia senang bisa bergaul dan
berteman dengan berbagai kalangan.
SMAN
1 Boedoet menjadi almamater berikutnya. Sebenarnya sekolah tersebut merupakan
salah satu sekolah unggulan di Jakarta pada masa itu. Tapi sayang, meski
bergelar sekolah unggulan, Boedoet terkenal dengan sekolah yang hobi tawuran.
Beruntungnya, CT tidak termasuk siswa yang memiliki hobi tersebut. Ia justru
menjadi salah satu siswa unggul di sekolah.
CT
berbisnis tidak hanya untuk kepentingan pribadai dan keluarganya. Ia juga gemar
berbagi. Selain memiliki banyak perusahaan di bawah naungan CT Corp, ia juga
mendirikan yayasan kemanusiaan dan sekolah-sekolah. Cita-citanya yaitu ingin
menjadikan Indonesia lebih maju dan mandiri. Ia ingin menciptakan orang-orang
yang akan mengikuti jejaknya, orang-orang yang akan membawa Indonesia keluar
dari kemiskinan dan pengangguran.
Salah
satu motto CT dalam membangun sekolah ungulan di Aceh dan Medan yang sempat
terkena bencana tsunami tahun 2004 lalu adalah “Kecerdasan harus dibarengi
dengan kualitas iman dan takwa para siswa.” Oleh karna itu, sekolah yang
didirikannya harus menjadi sekolah unggul dengan siswa-siswa berprestasi dan
beriman. Berbagai tes masuk dan seleksi dilakukan dalam penerimaan siswa baru.
Terpilihlan anak-anak yang cerdas walau dari kalangan tidak mampu. Dan CT
membiayai seluruh anak korban tsunami dan anak tidak mampu di wilayah tersebut.
Menurut
saya membaca buku biografi itu seru. Dari bab ke bab membuat saya terlarut
dalam kisah perjalanan hidup sang tokoh. Adakalanya rasa haru membuncah,
bangga, sedih dan kagum menjadi satu. Kelebihan buku ini menurut saya adalah
lay out buku yang menarik, dilengkapi foto-foto berwarna dan jenis huruf yang cukup
besar sehingga membuat mata nyaman saat membacanya, apalagi buat saya yang
bermata empat 😀
Baiklah, pada akhirnya buku ini sangat inspiratif dan motivatif.
Bagi kamu yang ingin merintis bisnis, saya anjurkan membaca buku ini agar
terbuka wawasan dalam dunia kewirausahaan.
No comments:
Post a Comment