Monday 9 April 2018

Menghidupkan Kembali Rasa Kemanusiaan Yang Mati



Judul               : Sepotong Roti di Langit Tragedi
Penulis             : Nia Hanie Zen, dkk.
Penerbit           : Iluvia Publishing
Terbit               : Maret, 2018
Tebal               : 124 halaman

Bagi saya, salah satu jenis karya sastra yang rumit adalah puisi. Tak banyak orang yang memahaminya, termasuk saya. Puisi ditulis dengan pemilihan kosakata yang tidak biasa atau unik. Kebanyak puisi yang selama ini saya baca, menggunakan kata-kata yang sulit dimengerti hingga butuh pemikiran mendalam untuk memahami maknanya. 

Namun, tidak semua puisi ditulis dengan kata-kata yang sulit dipahami. Ada juga puisi yang ditulis dengan kata-kata sederhana dengan makna yang dalam, salah satunya adalah buku yang berjudul Sepotong Roti di Langit Tragedi (SRDLT) yang saya tulis bersama teman-teman pegiat literasi.


Meskipun saya menilai puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra yang rumit, dalam proses belajar di dunia kepenulisan, puisi sangat menarik untuk dipelajari lebih mendalam. Oleh karna itu, lahirlah buku ini sebagai hasil dari proses belajar saya dan teman-teman. Walaupun para penulis buku ini masih dalam proses belajar, kami berusaha menuliskannya dengan kemampuan terbaik yang dimiliki.

Puisi-puisi yang terangkum dalam buku SRDLT ini memiliki tema kemanusiaan. Tema ini disepakati mengingat saat ini sisi-sisi kemanusiaan kita sedang diuji, khususnya di dunia Islam. Mari kita tengok negeri-negeri Islam yang hingga saat ini masih tertindas; Palestina, Suriah, Rohingya, dll.

Palestina masih dijajah oleh Israel. Tanah mereka dirampas. Penduduknya diusir, dibunuh. Gedung-gedung dibom, fasilitas umum dihancurkan. Masjid pun dikuasai oleh penjajah Israel. Suriah pun sama, umat Islam di sana dibantai oleh pemerintah yang haus darah, Bashar Al Assad. Anak-anak, wanita, laki-laki, tua, muda tak luput dari keganasan bom dan senjata kimia lainnya. Rohingya tak jauh beda, umat Islam yang minoritas menjadi sasaran pengusiran dan pembantaian. 

Sudah selayaknya umat Islam di mana pun berada turut merasakan sakit atas penderitaan yang dialami oleh saudara seiman, seperti sabda Nabi Saw, “Umat Islam itu bagaikan satu tubuh. Jika ada bagian tubuh yang sakit, maka anggota tubuh lainnya turut merasakan sakitnya.”

Mungkin kami belum bisa banyak membantu, apalagi meringankan beban saudara-saudara kami yang terzalimi di sana, tapi kami mempunyai senjata yang sangat ampuh, yaitu doa dan pena. Umat Islam di belahan dunia mana pun tidak lupa untuk menyertakan saudara seiman yang sedang berjuang membela agama Allah dalam setiap doa-doa yang dipanjatkan. Pena kami pun takkan berhenti menuliskan kisah, keberanian, penderitaan, kemuliaan dan semua tentang saudara muslim kami di sana, hingga tersebar kabar ke seluruh penjuru dunia, hingga ke telinga-telinga para penguasa yang tertutup oleh ketamakan, kekuasaan dan kesombongan.

Bait-bait dalam buku kumpulan puisi ini memanggil lagi rasa kemanusiaan kita, membangkitkan kembali kesadaran kita bahwa masih ada saudara kita yang membutuhkan bantuan, pertolongan, doa dan dukungan untuk terus berjuang dalam keimanan.

Aku juga manusia
Yang masih bisa merasa
Rasa sakit tak punya keluarga
Semua gugur menjadi syuhada
Di tanah kering Rohingya
(Rindu Rasyid)

No good food they consume
No good clothes they wear
No good place they live
But they still have courage and passion to fight for
(Windy Cindiany)

Apa butuh lebih banyak nyawa lagi
Agar mata hidup kembali
Dan melihat
Kemanusiaan yang mati
Senyap tak bersuara
Gelap tak berwarna
(Sajak Mati)




2 comments:

  1. Resensi yang ringkas, padat makna 👍👍👍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak ^^

      Delete