Dukung Film KMGP |
Kisah Ketika Mas Gagah Pergi sedikit banyak ceritanya mirip dengan
kisahku. Sejak aku duduk di bangku SMP, kakakku sudah menyuruhku untuk memakai jilbab.
Bukan hanya kakakku tapi juga ibuku turut mendesak untuk memenuhi perintah
Allah Swt itu. Tapi waktu itu aku tidak mengindahkan keinginan mereka. Entah
mengapa aku merasa malu jika harus memakai jilbab ke sekolah. Pasalnya
teman-teman tidak ada yang mengenakan pakaian takwa itu. Sebenarnya bukan tidak
ada sama sekali, tapi sedikit sekali yang menggunakannya, bisa dihitung dengan
jari, mungkin sekitar satu atau dua anak saja yang mengenakannya. Meski begitu
kakak dan ibuku tetap sabar dan terus berusaha untuk mengingatkanku.
Aku baru memenuhi keinginan mereka ketika aku duduk di bangku SMA.
Namun satu hal yang paling menyedihkan adalah tidak seperti Gita yang
kehilangan kakak tercinta, Mas Gagah, aku kehilangan ibuku untuk selamanya
sebelum dirinya sempat melihatku dengan jilbab sesuai dengan yang Ia harapkan
dulu. Tak ada hal yang paling menyedihkan bagiku selain kehilangan orang yang
paling dicinta untuk selamanya karena penyakit yang cukup parah. Ibu tak akan
kembali, Ia tak akan melihatku dengan jilbab ini. Hanya penyesalan yang
tinggal, mengutuk diri sebagai anak durhaka yang tidak patuh pada perintah
orang tua. Semoga Allah mengampuni dosa-dosaku dan ibuku. Kini aku telah
berhijab, berharap ini untuk selamanya sampai diri ini menjemput ajal.
Pasti masih banyak kisah lain di luar sana yang mempunyai kemiripan
dengan kisah Mas Gagah. Yang menjadi catatanku di sini adalah betapa orang-orang
di sekitar kita sesungguhnya begitu peduli dan sangat menyayangi kita dengan
selalu mengingatkan agar kebih dekat denganNya, menjalani syari’atNya dan
mematuhi segala perintahNya demi masa depan di akhirat yang lebih baik. Namun
terkadang rasa sayang dan perhatian mereka tidak mendapat sambutan positif dari
diri kita yang tertutup hatinya dari kebenaran akan ajaran Islam. Kita lebih
senang disibukkan oleh urusan dunia yang melenakan, sehingga cahaya kebenaran
sulit menyentuh hati. Hati ini baru akan bergetar hebat ketika orang-orang yang
kita sayangi dipanggil oleh Yang Maha Pemilik Kehidupan. Jangan, jangan kau
tunggu hal itu terjadi pada mereka yang kau cintai. Karena kau akan sangat
menyesalinya. Selagi mereka yang dicinta masih berada dekat dengan kita,
buatlah mereka bahagia, tunjukkan kalau kau menyayanginya, wujudkan
keinginannya, patuhi nasihatnya. Karena sesungguhnya semua itu adalah untuk
kebaikan diri kita sendiri agar dapat meraih keselamatan hidup di dunia dan
akhirat.
Kisah Mas Gagah begitu menyentuh hati siapa saja yang membacanya.
Aku sendiri sudah mengenal cerpen ini sejak masih remaja. Meski begitu aku
tetap saja tak kuasa meneteskan air mata saat membacanya lagi sekarang. Selain
dari segi cerita yang sangat menginspirasi, sisi lain dari cerpen ini yang aku suka adalah gaya bahasa yang ditulis
dengan ringan khas remaja dan mudah dipahami. Sehingga membuat pembaca tak
perlu mengerutkan dahi untuk mencerna setiap kata-katanya.
Mendengar bahwa cerpen ini akan di angkat ke layar lebar, aku
begitu bersemangat. Tak sabar ingin melihat bagaimana cerita dan tokoh yang ada,
diwujudkan ke dalam betuk visual. Penasaran dengan sosok Mas Gagah yang
pastinya gagah, Gita yang tomboy dan semua yang mendukung cerita ini.
Dalam workshop menulis yang belum lama ini aku hadiri, dimana
pembicara kali ini adalah sosok penulis yang karya-karyanya telah mendapat
berbagai penghargaan nasional maupun internasional, Helvy Tiana Rosa,
menceritakan tentang perjuangannya dalam mewujudkan film Ketika Mas Gagah
Pergi. Bunda Helvy menginginkan spirit
yang terdapat dalam cerpen ini sama dengan filmnya nanti. Oleh karena itu Bunda
Helvy sangat idealis dalam memilih tokoh yang akan berperan dalam film ini. Sosok
Mas Gagah yang diinginkan adalah yang bagus agamanya, baik bacaan Qur’annya dan
yang tidak kalah penting adalah yang cinta Palestina. Butuh perjuangan panjang
untuk menemukan sosok yang ideal seperti itu. Bertahun-tahun lamanya.
Rupanya Bunda Helvy sudah bisa bernafas lega karena sosok yang
dicari selama ini telah ditemukan. Beliau menceritakan bahwa pemeran Mas Gagah
lahir pada tahun 1992 dimana pada tahun tersebutlah Bunda Helvy menciptakan
cerpen Ketika Mas Gagah Pergi. Kami para peserta workshop begitu takjub
mendengar hal itu. Betapa skenarioNya begitu indah. Allah telah menyiapkan
sosok Mas Gagah sejak cerpen itu lahir. Perjuangan panjang Bunda Helvy dalam
menceri tokoh pemeran Mas Gagah seolah mengisyaratkan bahwa beliau harus
menunggu tokoh ini besar dan siap untuk diorbitkan, hehe.
Bunda Helvy mengisahkan begitu banyak suka duka dan pengalaman
berharga dalam audisi para pemain film KMGP. Yang paling membekas dalam
sanubarinya adalah kepergian tiga tokoh yang sangat mendukung terealisasinya
film ini kepangkuan Ilahi. Mereka adalah sang sutradara, Chaerul Umam, Pepeng
dan Didi Petet. Ketiga tokoh itu pergi menghadapNya sebelum menemukan sosok Mas
Gagah yang selama ini mereka perjuangkan.
Pada akhirnya proses pembuatan film ini harus tetap berjalan. Demi menciptakan
sebuah film Islami yang berkualitas, Bunda Helvy tidak ingin ada unsur-unsur
yang melanggar syari’at dalam pembuatan film ini. Sebisa mungkin menghindari adanya
adegan bersentuhan antar pemain yang bukan mahram. Kalau pun memang harus ada
adegan tersebut, misalnya, ketika Mas Gagah harus mencium tangan ibunya, itu
akan dilakukan oleh mahram si tokoh tersebut yaitu ibunya sendiri. Hal lain
yang penting dalam film ini adalah Bunda helvy tidak akan menghilangkan
karakter Mas Gagah yang cinta Palestina. Bunda mengatakan bahwa ada beberapa production house yang keberatan dengan
isu Palestina dalam film ini. Tapi Bunda Helvy tidak menyerah dan tetap pada
idealismenya itu. Jadi walaupun hanya sebentar saja, scene tentang Palestina akan tetap dimunculkan.
Aku sangat setuju dengan ide bunda helvy. Biarkan orang di luar
sana tahu tentang Islam yang rahmatan lil’alamin
yang ajarannya damai dan menyejukkan. Jadi sudah selayaknyalah kita umat Islam
mendukung terwujudnya salah satu film Islam yang sesuai syari’at. Bukan hanya
film yang mengaku berlabel Islam namun kenyataannya sangat jauh dari nilai
Islam itu sendiri. Pesan terakhir dari Bunda Helvy dalam workshop itu ialah menontonlah di hari-hari pertama film ini
tayang. Karena hari-hari pertama itulah yang akan menentukan apakah film ini
akan bertahan lama di bioskop atau tidak. Dan jangan lupa untuk mengajak siapa
saja untuk menonton film ini, agar lebih banyak orang yang mendapatkan
nilai-nilai kebaikan yang terkandung di dalamnya.
sangat mengapresiasi sekali film ini. Sangat penasaran dengan tokoh yang memrankan mas Gagah
ReplyDeletepenasaran sangat, hehe...tunggu tgl mainnya :)
Delete