Di
bulan Ramadhan seluruh umat Islam berlomba-lomba mengumpulkan amal kebaikan
sebanyak-banyaknya. Termasuk seorang teman yang menunjukkan padaku aksi nyata
dari sebuah amal kebaikan dan keikhlasan. Ia adalah seorang ibu rumah tangga
yang juga aktif berdagang demi membantu perekonomian keluarga. Kehidupannya
begitu sederhana, tidak ada yang istimewa di rumahnya, pun begitu dengan
penampilannya.
Mba
Lela, begitu aku biasa memanggilnya. Wanita berusia sekitar 35 tahun dengan 4
orang anak, mempunyai bentuk tubuh yang
lumayan subur, meski begitu dia termasuk orang yang gesit dan cekatan.
Pekerjaannya sebagai penjual herbal menuntutnya untuk bertemu banyak orang dan
kenalan baru. Hal itu membuatnya harus siap untuk berkunjung kapan dan kemana
pun. Berbagai macam jenis herbal yang dijualnya membuat dia paham tentang
kesehatan ala Rasul Saw. serta jauh dari obat-obatan dokter. Sering sekali aku
mendapatkan info-info kesehatan yang tidak aku ketahui sebelumnya. Dia juga
sering mengingatkan teman-temannya untuk menjalani hidup ala Rasulullah Saw.
Dia tidak segan-segan mengkritik teman-temannya yang ketahuan makan
sembarangan, termasuk aku. Jika sudah begitu aku hanya bisa diam dan mengiyakan
semua perkataannya.
Penghasilannya
dari berjualan herbal masih belum stabil, itu semua tergantung usaha dan kerja
kerasnya dalam berjualan. Begitu juga dengan suaminya yang berpenghasilan tidak
tentu. Namun, Mba Lela adalah orang yang selalu semangat dan memiliki motivasi
tinggi dalam meraih impiannya. Salah satu impiannya adalah menciptakan
anak-anak yang cinta Alqur’an, dan untuk mewujudkan keinginannya itu dia
memasukkan anak-anaknya ke pesantren sejak anaknya masih kecil-kecil. Dengan
memasukkan anak-anaknya ke pesantren, Mba Lela bisa lebih focus untuk mencari
uang demi memenuhi kebutuhan keluarganya.
Selain
focus di keluarga dan pekerjaannya, Mba Lela juga sangat perhatian kepada
teman-temannya. Aku beberapa kali menjadi saksi kepeduliannya kepada orang
lain. Yang paling berkesan dan membuatku iri adalah pada bulan Ramadhan ini,
dimana setiap orang begitu semangat untuk beribadah dan beramal sholih. Jadi, Ramadhan
ini salah satu teman kami mengalami kesulitan ekonomi yang sangat berat, dia
tidak memiliki uang serupiah pun untuk memenuhi kebutuhan berpuasa hari itu.
Sebenarnya teman kami itu tidak ingin orang lain mengetahui kesulitan yang
dihadapinya, karena dia berprinsip hanya Allah saja yang menjadi tempatnya
mengadu dan berkeluh kesah. Tapi Mba Lela yang memang sangat paham dengan
kondisi teman kami itu mendesaknnya untuk menceritakan kesulitan yang
dialaminya.
Awal
puasa kemarin kami mendapat undangan berbuka puasa bersama di salah satu
komunitas yang kami ikuti bersama. Nah, pada saat itu teman kami yang mengalami
kesulitan ekonomi tidak berniat untuk manghadiri acara buka bersama tersebut
dikarenakan uangnya yang tidak cukup untuk ongkos pergi pulang. Pada saat itu
Mba lela langsung menawarkan akan membayar ongkosnya pergi pulang acara buka
bersama. Akan tetapi hal itu sangat membuat teman kami merasa tidak enak hati
dan dia pun menolak. Bukan Mba Lela namanya jika tidak bisa membujuk teman kami
sampai setuju. Dia terus membujuk teman kami untuk ikut sampai akhirnya yang
bersangkutan menyetujuinya dengan berat hati.
Teman
kami menolak karena tahu keadaan dan kondisi Mba Lela yang tidak bisa dibilang cukup
mampu. Dia merasa akan menambah beban saja buat Mba Lela, namun dia juga tak
berhasil menolak karena memang Mba Lela selalu berhasil membujuk siapa saja
temannya termasuk aku. Mba Lela selalu meyakinkan kami kalau kehidupannya akan
baik-baik saja. Keyakinan yang tinggi akan pertolongan Allah yang akan menjamin
kehidupannya begitu terpatri dalam dirinya. Dia meyakinkan kami bahwa berbagi
tidak akan membuat seseorang menjadi miskin. Meskipun dia tidak bisa membantu
teman kami sepenuhnya, dia akan selalu berusaha maksimal untuk membantu walau
bantuan kecil sekali pun.
Acara
buka puasa bersama pun selesai dilaksanakan, lalu kami bersiap untuk pulang.
Sebelum pulang Mba Lela berpesan pada temanku itu untuk mampir ke rumahnya.
Dalam hati, temanku sebenarnya ingin langsung pulang saja karena khawatir
kemalaman sampai tempat kosnya. Tapi sekali lagi dia tidak dapat menolak
permintaan Mba Lela. Sampai di rumah Mba Lela, rupanya dia telah menyiapkan
bekal untuk dibawa pulang oleh temanku itu. Mba Lela pun mengantarnya pulang
sampai ke depan jalan. Di perjalanan Mba Lela mampir ke penjual ayam bakar dan
membungkusnya untuk dibawa pulang oleh temanku. Betapa kaget dia begitu mengetahui
sebungkus ayam bakar plus nasinya adalah untuk dibawa pulang sebagai makan
sahur besok. Seberapa besar usahanya untuk menolak tetap saja Mba Lela berhasil
menaklukannya.
“Gak
apa-apa ukh. Cuma ini yang bisa ana bantu. Semoga cukup membantu ya.” Ujar Mba
Lela.
Rasa
haru menghampiri kami. Betapa Mba Lela telah mempraktekkan sebuah keikhlasan
dan kebaikan yang nyata. Di saat kehidupannya tidak terlalu baik menurutku,
tapi dia masih bisa berbagi dengan sesama tanpa ada rasa ragu. Sesungguhnya
kebahagiaan itu ada pada saat kita ikhlas berbagi pada sesama. Lalu teman kami
pun pulang diantar oleh rasa haru dan bahagia karena dia masih bisa
melaksanakan puasa esok.
Satu
lagi kebaikan yang aku alami sendiri di bulan Ramadhan ini. Masih dalam acara
buka puasa bersama. Suatu hari di Ramadhan ini saudaraku mengajak ke acara buka
bersama yang diadakan oleh lembaga anak yatim. Saudaraku adalah salah satu
donator tetap di lembaga tersebut. Aku pun ikut bersamanya dalam acara buka
bersama itu.
Lokasi
acara berbuka puasa itu sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat kami,
karenanya kami memutuskan untuk berangkat satu jam sebelum acara dimulai. Kami
memperkirakan sebelum acara dimulai sudah sampai di lokasi. Tak disangka
ternyata jalanan hari itu sangat padat dan macet yang lumayan panjang. Kami
putus asa. Bayangkan saja hampir satu jam di jalan dan tidak ada tanda-tanda
akan sampai lokasi segera. Kami pasrah saja menjalani keadaan yang sangat tidak
diharapkan itu. Acara mulai pukul 4 sore, sedangkan kami masih di jalan ketika
jam menunjukkan pukul 5.
Menit
demi menit berlalu akhirnya kami sampai juga di lokasi buka puasa bersama,
namun sebelumnya sempat bertanya-tanya arah lokasi yang dimaksud karena belum
mengetahui lokasi persisnya. Sampai di lokasi pukul 5:30 sore, dan kami hanya
mendapatkan sedikit tausiyah yang disampaikan oleh ustadz yang dihadirkan, lalu
diakhiri dengan doa dan tinggal menunggu azan maghrib berkumandang. Tidak enak
rasanya dengan panitia, kami baru tiba ketika tausiyah berakhir dan langsung
menyantap hidangan buka puasa. Tapi semua panitia menyambut kami dengan ramah
dan senyum, sehingga membuat kami tidak merasa bersalah. Saudaraku pun sudah
menjelaskan mengapa kami datang terlambat, dan panitia dapat memakluminya.
Tidak
disangka kami mendapat menu buka puasa yang cukup banyak ditambah dua kotak
nasi ayam bakar dan kebuli. Seolah kesengsaraan kami menghadapi jalanan yang
macet dan panas itu terbayar dengan makanan yang tidak hanya cukup untuk buka
puasa saja tapi juga sampai sahur nanti, tentunya sebagai anak kos hal ini
sangat membahagiakan. Tidak hanya itu, kami dipertemukan oleh Allah dengan
orang yang baru saja kami kenal dan sangat baik hati. Kami berkenalan dengan
seorang ibu yang menjadi salah satu donator juga seperti saudaraku, namanya Bu
Penni. Beliau datang bersama satu anak dan suaminya dengan mengendarai mobil
pribadi.
Setelah
berbasa-basi menanyakan nama dan tempat tinggal, Bu Penni tiba-tiba menawarkan
kami untuk pulang bersamanya karena mobilnya hanya diisi oleh tiga orang saja.
Beliau mengajak kami ikut pulang bersama dengan mobilnya yang memang tempat
tinggal kami searah dengannya. Aku dan saudaraku sama-sama takjub dengan ibu
itu. Kami baru saja kenal dan dia sudah begitu baiknya menawarkan menaiki
mobilnya. Tadinya kami ingin menolak, namun melihat beliau begitu bersemangat
mengajak kami, akhirnya kami pun menerima dengan senang hati.
Selesai
acara buka bersama dan shalat maghrib, kami pulang bersama kenalan baru yang
baik hati itu. Kami hanya butuh waktu sekitar 45 menit saja untuk sampai di
rumah, padahal saat berangkat tadi kami menghabiskan waktu satu setengah jam. Aku
dan saudaraku berpikir bahwa Allah langsung membayar kesusahan kami tadi berangkat
menuju lokasi buka puasa bersama dengan bermacet ria dengan kemudahan berupa
tumpangan gratis dari seorang ibu yang baik. Tidak hanya tumpangan gratis yang
kami dapatkan, dari acara itu kami juga mendapat bingkisan berupa buku dan mug
dari lembaga yatim tersebut. Wah, kami begitu merasakan berkah Ramadhan hari
itu. Allah yang Maha Pemberi menggerakkan hati para hambaNya untuk berbuat baik
dan memberi kemudahan pada orang lain.
Tak
henti-hentinya kami mengucap rasa syukur pada Allah Swt. dan terima kasih pada
orang baik yang baru kami kenal tadi. Aku semakin yakin rezeki itu tidak hanya
berupa uang, tapi kesehatan, kemudahan dan dipertemukan dengan orang-orang baik
juga merupakan rezeki yang tak ternilai harganya.
Mba
Lela dan Bu Penni adalah dua orang yang berhasil dalam memenangkan perlombaan
berburu pahala di bulan suci. Contoh nyata dari sebuah keikhlasan terpampang
jelas di hadapanku, membuat hati ini iri ingin memiliki hati yang tulus ikhlas
seperti mereka. Mereka adalah dua orang dengan status yang berbeda. Mba Lela
dengan kehidupannya yang sederhana namun masih bisa berbagi dan Bu Penni yang
memang diberi kelapangan harta dan tidak sungkan menawarkan kebaikan untuk
orang lain.
Orang-orang
seperti itu sangat jarang ditemui di era yang serba modern seperti saat ini,
dimana orang lebih asik dengan dirinya sendiri, dengan dunianya sendiri.
Menurutku mereka merupakan manusia-manusia yang paham betul arti berbagi. Tidak
sedikit kita jumpai orang yang hidupnya cenderung susah dan enggan untuk
berbagi, sebagian berpikir seperti ini, “Hidupku saja susah begini. Bagaimana
mungkin aku bisa berbagi dengan orang lain. Nanti kalau aku sudah berkecukupan
barulah aku bisa berbagi dengan orang yang membutuhkan.” Perlu diketahui
pikiran seperti itu adalah suatu hal yang salah. Justru sesuatu yang dibagi itu
tidak akan berkurang melainkan akan Allah tambahkan dengan sesuatu yang lebih
banyak lagi keberkahannya.
Hal
yang sama dengan orang seperti Bu Penni. Begitu banyak orang yang berkecukupan,
memiliki mobil pribadi yang selalu digunakan kemana pun dia pergi, namun lupa
untuk sekedar menawarkan tumpangan kepada mereka yang mengalami kesulitan dalam
berkendara. Banyak orang yang memiliki mobil pribadi tapi berat untuk
menginvestasikan mobilnya untuk sebuah kebaikan apalagi untuk orang yang baru
dikenal. Bayangkan saja jika kita dapat memberi manfaat melalui mobil yang kita
punya dengan membari tumpangan pada teman, saudara maupun orang lain yang
memerlukan, aku yakin hal itu akan membawa banyak keberkahan.
Contoh
nyata yang ditunjukkan oleh Mba Lela dan Bu Penni begitu menginspirasiku untuk
berbuat hal yang sama seperti mereka. Perbuatan mereka patut menjadi sesuatu
yang membuat kita iri. Tidak banyak orang yang bisa melakukan hal yang sama.
Kebanyakan seseorang yang ingin berbagi dengan orang lain masih berpikir
panjang, termasuk diriku. Mereka akan memikirkan diri sendiri dahulu daripada
orang lain, juga masih menimbang-nimbang feedback
apa yang akan didapat jika mereka melakukan hal itu.
Aku
teringat sebuah hadist yang berbunyi begini, “Dua orang yang boleh engkau
cemburui adalah, orang yang diberi kemudahan oleh Allah untuk mempelajari
Alqur’an lalu dia mengamalkannya sepanjang siang dan malam. Dan yang kedua
adalah orang diberi kelapangan harta dan menginfakkannya di jalan Allah dan dia
mengamalkannya sepanjang siang dan malam.”
Dalam
kasus ini Mba Lela bukanlah seorang yang diberi kelapangan harta, tapi
semangatnya dalam berbagi jauh melebihi mereka yang diamanahi banyak harta.
Sementara Bu Penni merupakan gambaran nyata dari hadist di atas, yaitu seorang
yang diberi kelapangan harta serta tak segan untuk berbagi. Sudah sepatutya
kita iri atau cemburu pada mereka berdua yang secara langsung mengamalkan
hadist tersebut tentunya dengan niat yang tulus karena Allah saja. Satu lagi
yang membuatku iri, mereka melakukannya di bulan Ramadhan dimana Allah telah
menjanjikan akan melipatgandakan segala amal kebaikan yang dilakukan di
dalamnya.
Begitu
banyak pelajaran yang aku dapat dari kedua orang yang berbeda ini. Walaupun
berbeda dalam status social, mereka memiliki derajat yang sama di sisi Allah
Swt. Ya, bulan yang penuh keberkahan ini menjadi jalan bagiku memetik banyak
hikmah dan pelajaran dari berbagai hal di sekitar. Pelajaran mengenai
kesabaran, keikhlasan, kebaikan perilaku, bagaimana bersikap dengan orang lain,
dan yang pasti pelajaran tentang kewajiban kita untuk menolong sesama saudara
yang lebih membutuhkan.
Aku
berharap baik Mba Lela maupun Bu Penni akan tetap istiomah dalam kabaikan.
Tidak hanya di saat bulan Ramadhan melainkan di bulan-bulan lainnya tetap
memberi inspirasi pada orang banyak. Sejatinya sebuah kebaikan itu patut ditiru
oleh siapa pun yang yakin akan janji Allah yang pasti. Aku pun berharap pada diriku sendiri agar
dapat meniru jejak kebaikan mereka dalam kehidupanku sehari-hari. Awalnya
mungkin tidak mudah dan butuh pembiasaan diri lebih ikhlas dalam berbagi. Ini
adalah sebuah proses menuju taat. Bagaimana kita dapat meraih keikhlasan jika
tidak dilatih untuk itu, jadi salah satu latihan untuk ikhlas adalah dengan
melakukan kebaikan tersebut secara kontinyu. Meskipun pada awalnya belum bisa
ikhlas, namun karena semakin seringnya kita melakukan insyaa Allah akan
merasakan buah dari amal yang dilakukan secara terus-menerus tersebut.
Semoga
semangat berbagi yang ditanam di bulan Ramadhan tidak surut di bulan-bulan
setelahnya. Bahkan mungkin bisa menjadi awal dalam melakukan amal sholih yang
lebih baik lagi ke depannya. Mari jadikan sedekah sebagai amal unggulan kita
yang akan dibawa menghadapNya di yaumil
kiamah nanti.
No comments:
Post a Comment