Wednesday 19 August 2015

Cemburui Mereka Yang Gemar Memberi

Di bulan Ramadhan seluruh umat Islam berlomba-lomba mengumpulkan amal kebaikan sebanyak-banyaknya. Termasuk seorang teman yang menunjukkan padaku aksi nyata dari sebuah amal kebaikan dan keikhlasan. Ia adalah seorang ibu rumah tangga yang juga aktif berdagang demi membantu perekonomian keluarga. Kehidupannya begitu sederhana, tidak ada yang istimewa di rumahnya, pun begitu dengan penampilannya.


Mba Lela, begitu aku biasa memanggilnya. Wanita berusia sekitar 35 tahun dengan 4 orang anak,  mempunyai bentuk tubuh yang lumayan subur, meski begitu dia termasuk orang yang gesit dan cekatan. Pekerjaannya sebagai penjual herbal menuntutnya untuk bertemu banyak orang dan kenalan baru. Hal itu membuatnya harus siap untuk berkunjung kapan dan kemana pun. Berbagai macam jenis herbal yang dijualnya membuat dia paham tentang kesehatan ala Rasul Saw. serta jauh dari obat-obatan dokter. Sering sekali aku mendapatkan info-info kesehatan yang tidak aku ketahui sebelumnya. Dia juga sering mengingatkan teman-temannya untuk menjalani hidup ala Rasulullah Saw. Dia tidak segan-segan mengkritik teman-temannya yang ketahuan makan sembarangan, termasuk aku. Jika sudah begitu aku hanya bisa diam dan mengiyakan semua perkataannya.

Penghasilannya dari berjualan herbal masih belum stabil, itu semua tergantung usaha dan kerja kerasnya dalam berjualan. Begitu juga dengan suaminya yang berpenghasilan tidak tentu. Namun, Mba Lela adalah orang yang selalu semangat dan memiliki motivasi tinggi dalam meraih impiannya. Salah satu impiannya adalah menciptakan anak-anak yang cinta Alqur’an, dan untuk mewujudkan keinginannya itu dia memasukkan anak-anaknya ke pesantren sejak anaknya masih kecil-kecil. Dengan memasukkan anak-anaknya ke pesantren, Mba Lela bisa lebih focus untuk mencari uang demi memenuhi kebutuhan keluarganya.

Selain focus di keluarga dan pekerjaannya, Mba Lela juga sangat perhatian kepada teman-temannya. Aku beberapa kali menjadi saksi kepeduliannya kepada orang lain. Yang paling berkesan dan membuatku iri adalah pada bulan Ramadhan ini, dimana setiap orang begitu semangat untuk beribadah dan beramal sholih. Jadi, Ramadhan ini salah satu teman kami mengalami kesulitan ekonomi yang sangat berat, dia tidak memiliki uang serupiah pun untuk memenuhi kebutuhan berpuasa hari itu. Sebenarnya teman kami itu tidak ingin orang lain mengetahui kesulitan yang dihadapinya, karena dia berprinsip hanya Allah saja yang menjadi tempatnya mengadu dan berkeluh kesah. Tapi Mba Lela yang memang sangat paham dengan kondisi teman kami itu mendesaknnya untuk menceritakan kesulitan yang dialaminya.

Awal puasa kemarin kami mendapat undangan berbuka puasa bersama di salah satu komunitas yang kami ikuti bersama. Nah, pada saat itu teman kami yang mengalami kesulitan ekonomi tidak berniat untuk manghadiri acara buka bersama tersebut dikarenakan uangnya yang tidak cukup untuk ongkos pergi pulang. Pada saat itu Mba lela langsung menawarkan akan membayar ongkosnya pergi pulang acara buka bersama. Akan tetapi hal itu sangat membuat teman kami merasa tidak enak hati dan dia pun menolak. Bukan Mba Lela namanya jika tidak bisa membujuk teman kami sampai setuju. Dia terus membujuk teman kami untuk ikut sampai akhirnya yang bersangkutan menyetujuinya dengan berat hati.

Teman kami menolak karena tahu keadaan dan kondisi Mba Lela yang tidak bisa dibilang cukup mampu. Dia merasa akan menambah beban saja buat Mba Lela, namun dia juga tak berhasil menolak karena memang Mba Lela selalu berhasil membujuk siapa saja temannya termasuk aku. Mba Lela selalu meyakinkan kami kalau kehidupannya akan baik-baik saja. Keyakinan yang tinggi akan pertolongan Allah yang akan menjamin kehidupannya begitu terpatri dalam dirinya. Dia meyakinkan kami bahwa berbagi tidak akan membuat seseorang menjadi miskin. Meskipun dia tidak bisa membantu teman kami sepenuhnya, dia akan selalu berusaha maksimal untuk membantu walau bantuan kecil sekali pun.

Acara buka puasa bersama pun selesai dilaksanakan, lalu kami bersiap untuk pulang. Sebelum pulang Mba Lela berpesan pada temanku itu untuk mampir ke rumahnya. Dalam hati, temanku sebenarnya ingin langsung pulang saja karena khawatir kemalaman sampai tempat kosnya. Tapi sekali lagi dia tidak dapat menolak permintaan Mba Lela. Sampai di rumah Mba Lela, rupanya dia telah menyiapkan bekal untuk dibawa pulang oleh temanku itu. Mba Lela pun mengantarnya pulang sampai ke depan jalan. Di perjalanan Mba Lela mampir ke penjual ayam bakar dan membungkusnya untuk dibawa pulang oleh temanku. Betapa kaget dia begitu mengetahui sebungkus ayam bakar plus nasinya adalah untuk dibawa pulang sebagai makan sahur besok. Seberapa besar usahanya untuk menolak tetap saja Mba Lela berhasil menaklukannya.

“Gak apa-apa ukh. Cuma ini yang bisa ana bantu. Semoga cukup membantu ya.” Ujar Mba Lela.

Rasa haru menghampiri kami. Betapa Mba Lela telah mempraktekkan sebuah keikhlasan dan kebaikan yang nyata. Di saat kehidupannya tidak terlalu baik menurutku, tapi dia masih bisa berbagi dengan sesama tanpa ada rasa ragu. Sesungguhnya kebahagiaan itu ada pada saat kita ikhlas berbagi pada sesama. Lalu teman kami pun pulang diantar oleh rasa haru dan bahagia karena dia masih bisa melaksanakan puasa  esok.

Satu lagi kebaikan yang aku alami sendiri di bulan Ramadhan ini. Masih dalam acara buka puasa bersama. Suatu hari di Ramadhan ini saudaraku mengajak ke acara buka bersama yang diadakan oleh lembaga anak yatim. Saudaraku adalah salah satu donator tetap di lembaga tersebut. Aku pun ikut bersamanya dalam acara buka bersama itu.

Lokasi acara berbuka puasa itu sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat kami, karenanya kami memutuskan untuk berangkat satu jam sebelum acara dimulai. Kami memperkirakan sebelum acara dimulai sudah sampai di lokasi. Tak disangka ternyata jalanan hari itu sangat padat dan macet yang lumayan panjang. Kami putus asa. Bayangkan saja hampir satu jam di jalan dan tidak ada tanda-tanda akan sampai lokasi segera. Kami pasrah saja menjalani keadaan yang sangat tidak diharapkan itu. Acara mulai pukul 4 sore, sedangkan kami masih di jalan ketika jam menunjukkan pukul 5.

Menit demi menit berlalu akhirnya kami sampai juga di lokasi buka puasa bersama, namun sebelumnya sempat bertanya-tanya arah lokasi yang dimaksud karena belum mengetahui lokasi persisnya. Sampai di lokasi pukul 5:30 sore, dan kami hanya mendapatkan sedikit tausiyah yang disampaikan oleh ustadz yang dihadirkan, lalu diakhiri dengan doa dan tinggal menunggu azan maghrib berkumandang. Tidak enak rasanya dengan panitia, kami baru tiba ketika tausiyah berakhir dan langsung menyantap hidangan buka puasa. Tapi semua panitia menyambut kami dengan ramah dan senyum, sehingga membuat kami tidak merasa bersalah. Saudaraku pun sudah menjelaskan mengapa kami datang terlambat, dan panitia dapat memakluminya.

Tidak disangka kami mendapat menu buka puasa yang cukup banyak ditambah dua kotak nasi ayam bakar dan kebuli. Seolah kesengsaraan kami menghadapi jalanan yang macet dan panas itu terbayar dengan makanan yang tidak hanya cukup untuk buka puasa saja tapi juga sampai sahur nanti, tentunya sebagai anak kos hal ini sangat membahagiakan. Tidak hanya itu, kami dipertemukan oleh Allah dengan orang yang baru saja kami kenal dan sangat baik hati. Kami berkenalan dengan seorang ibu yang menjadi salah satu donator juga seperti saudaraku, namanya Bu Penni. Beliau datang bersama satu anak dan suaminya dengan mengendarai mobil pribadi.

Setelah berbasa-basi menanyakan nama dan tempat tinggal, Bu Penni tiba-tiba menawarkan kami untuk pulang bersamanya karena mobilnya hanya diisi oleh tiga orang saja. Beliau mengajak kami ikut pulang bersama dengan mobilnya yang memang tempat tinggal kami searah dengannya. Aku dan saudaraku sama-sama takjub dengan ibu itu. Kami baru saja kenal dan dia sudah begitu baiknya menawarkan menaiki mobilnya. Tadinya kami ingin menolak, namun melihat beliau begitu bersemangat mengajak kami, akhirnya kami pun menerima dengan senang hati.

Selesai acara buka bersama dan shalat maghrib, kami pulang bersama kenalan baru yang baik hati itu. Kami hanya butuh waktu sekitar 45 menit saja untuk sampai di rumah, padahal saat berangkat tadi kami menghabiskan waktu satu setengah jam. Aku dan saudaraku berpikir bahwa Allah langsung membayar kesusahan kami tadi berangkat menuju lokasi buka puasa bersama dengan bermacet ria dengan kemudahan berupa tumpangan gratis dari seorang ibu yang baik. Tidak hanya tumpangan gratis yang kami dapatkan, dari acara itu kami juga mendapat bingkisan berupa buku dan mug dari lembaga yatim tersebut. Wah, kami begitu merasakan berkah Ramadhan hari itu. Allah yang Maha Pemberi menggerakkan hati para hambaNya untuk berbuat baik dan memberi kemudahan pada orang lain.

Tak henti-hentinya kami mengucap rasa syukur pada Allah Swt. dan terima kasih pada orang baik yang baru kami kenal tadi. Aku semakin yakin rezeki itu tidak hanya berupa uang, tapi kesehatan, kemudahan dan dipertemukan dengan orang-orang baik juga merupakan rezeki yang tak ternilai harganya.

Mba Lela dan Bu Penni adalah dua orang yang berhasil dalam memenangkan perlombaan berburu pahala di bulan suci. Contoh nyata dari sebuah keikhlasan terpampang jelas di hadapanku, membuat hati ini iri ingin memiliki hati yang tulus ikhlas seperti mereka. Mereka adalah dua orang dengan status yang berbeda. Mba Lela dengan kehidupannya yang sederhana namun masih bisa berbagi dan Bu Penni yang memang diberi kelapangan harta dan tidak sungkan menawarkan kebaikan untuk orang lain.

Orang-orang seperti itu sangat jarang ditemui di era yang serba modern seperti saat ini, dimana orang lebih asik dengan dirinya sendiri, dengan dunianya sendiri. Menurutku mereka merupakan manusia-manusia yang paham betul arti berbagi. Tidak sedikit kita jumpai orang yang hidupnya cenderung susah dan enggan untuk berbagi, sebagian berpikir seperti ini, “Hidupku saja susah begini. Bagaimana mungkin aku bisa berbagi dengan orang lain. Nanti kalau aku sudah berkecukupan barulah aku bisa berbagi dengan orang yang membutuhkan.” Perlu diketahui pikiran seperti itu adalah suatu hal yang salah. Justru sesuatu yang dibagi itu tidak akan berkurang melainkan akan Allah tambahkan dengan sesuatu yang lebih banyak lagi keberkahannya.

Hal yang sama dengan orang seperti Bu Penni. Begitu banyak orang yang berkecukupan, memiliki mobil pribadi yang selalu digunakan kemana pun dia pergi, namun lupa untuk sekedar menawarkan tumpangan kepada mereka yang mengalami kesulitan dalam berkendara. Banyak orang yang memiliki mobil pribadi tapi berat untuk menginvestasikan mobilnya untuk sebuah kebaikan apalagi untuk orang yang baru dikenal. Bayangkan saja jika kita dapat memberi manfaat melalui mobil yang kita punya dengan membari tumpangan pada teman, saudara maupun orang lain yang memerlukan, aku yakin hal itu akan membawa banyak keberkahan.

Contoh nyata yang ditunjukkan oleh Mba Lela dan Bu Penni begitu menginspirasiku untuk berbuat hal yang sama seperti mereka. Perbuatan mereka patut menjadi sesuatu yang membuat kita iri. Tidak banyak orang yang bisa melakukan hal yang sama. Kebanyakan seseorang yang ingin berbagi dengan orang lain masih berpikir panjang, termasuk diriku. Mereka akan memikirkan diri sendiri dahulu daripada orang lain, juga masih menimbang-nimbang feedback apa yang akan didapat jika mereka melakukan hal itu.

Aku teringat sebuah hadist yang berbunyi begini, “Dua orang yang boleh engkau cemburui adalah, orang yang diberi kemudahan oleh Allah untuk mempelajari Alqur’an lalu dia mengamalkannya sepanjang siang dan malam. Dan yang kedua adalah orang diberi kelapangan harta dan menginfakkannya di jalan Allah dan dia mengamalkannya sepanjang siang dan malam.”

Dalam kasus ini Mba Lela bukanlah seorang yang diberi kelapangan harta, tapi semangatnya dalam berbagi jauh melebihi mereka yang diamanahi banyak harta. Sementara Bu Penni merupakan gambaran nyata dari hadist di atas, yaitu seorang yang diberi kelapangan harta serta tak segan untuk berbagi. Sudah sepatutya kita iri atau cemburu pada mereka berdua yang secara langsung mengamalkan hadist tersebut tentunya dengan niat yang tulus karena Allah saja. Satu lagi yang membuatku iri, mereka melakukannya di bulan Ramadhan dimana Allah telah menjanjikan akan melipatgandakan segala amal kebaikan yang dilakukan di dalamnya.

Begitu banyak pelajaran yang aku dapat dari kedua orang yang berbeda ini. Walaupun berbeda dalam status social, mereka memiliki derajat yang sama di sisi Allah Swt. Ya, bulan yang penuh keberkahan ini menjadi jalan bagiku memetik banyak hikmah dan pelajaran dari berbagai hal di sekitar. Pelajaran mengenai kesabaran, keikhlasan, kebaikan perilaku, bagaimana bersikap dengan orang lain, dan yang pasti pelajaran tentang kewajiban kita untuk menolong sesama saudara yang lebih membutuhkan.

Aku berharap baik Mba Lela maupun Bu Penni akan tetap istiomah dalam kabaikan. Tidak hanya di saat bulan Ramadhan melainkan di bulan-bulan lainnya tetap memberi inspirasi pada orang banyak. Sejatinya sebuah kebaikan itu patut ditiru oleh siapa pun yang yakin akan janji Allah yang pasti.  Aku pun berharap pada diriku sendiri agar dapat meniru jejak kebaikan mereka dalam kehidupanku sehari-hari. Awalnya mungkin tidak mudah dan butuh pembiasaan diri lebih ikhlas dalam berbagi. Ini adalah sebuah proses menuju taat. Bagaimana kita dapat meraih keikhlasan jika tidak dilatih untuk itu, jadi salah satu latihan untuk ikhlas adalah dengan melakukan kebaikan tersebut secara kontinyu. Meskipun pada awalnya belum bisa ikhlas, namun karena semakin seringnya kita melakukan insyaa Allah akan merasakan buah dari amal yang dilakukan secara terus-menerus tersebut.

Semoga semangat berbagi yang ditanam di bulan Ramadhan tidak surut di bulan-bulan setelahnya. Bahkan mungkin bisa menjadi awal dalam melakukan amal sholih yang lebih baik lagi ke depannya. Mari jadikan sedekah sebagai amal unggulan kita yang akan dibawa menghadapNya di yaumil kiamah nanti.









No comments:

Post a Comment