Saya
baru saja menyelesaikan membaca buku sejarah "Muhammad Al Fatih 1453" dalam menaklukan
Konstantinopel. Buku yang saya beli tahun 2013 di Surabaya itu baru tuntas
dibaca pada awal Juni 2016 lalu. Wow! Betapa waktu yang sangat panjang untuk
membaca satu buku.
Tak
biasanya saya membaca buku sampai selama itu. Paling lama sekitar satu minggu.
Lalu ada apa dengan buku Muhammad Al Fatih ini hingga memakan waktu
bertahun-tahun untuk menuntaskannya?
Jadi,
pertama kali membeli dan membacanya saya tau kalau ini adalah buku sejarah.
Mungkin sebagian dari kita tidak begitu tertarik dengan bacaan yang bertema
sejarah, begitu juga saya. Bab-bab awal buku ini terasa berat saya cerna. Saya
coba membaca ulang tetap saja tak paham tentang apa yang disampaikan dalam
bukunya. Akhirnya saya simpan kembali buku karya Ust. Felix Siauw itu ke dalam
tumpukan buku-buku saya.
Akhirnya
pada akhir Mei 2016 lalu saya memutuskan untuk mengambil buku yang sudah bertahun
lamanya berada di tumpukan buku di dalam dus, kemudian mulai membaca ulang
semuanya. Saya berusaha memahami isinya sejak bab-bab awal. Sedikit demi
sedikit saya mulai bisa menangkap isi dari buku itu. Saya mulai memahami cerita
awal penaklukan Konstantinopel.
Bab
demi bab yang saya baca semakin seru dan membuat penasaran. Perjuangan yang
dilakukan Al Fatih selama beberapa kali untuk menembus tembok Konstantinopel belum
juga membuahkan hasil. Berbagai cara dan strategi telah dilakukan oleh Sang
Sultan Pemimpin kaum Muslim itu. Namun Allah belum memberikan kemenangan pada
kaum Muslim.
Dari
penyerangan-penyerangan yang gagal itu Al Fatih senantiasa melakukan evaluasi
apa yang menyebabkan ia dan pasukannya gagal. Dalam setiap kegagalannya Sang
Sultan selalu berhasil menciptakan ide-ide baru dan rahasia. Tak ada seorang
pun yang mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Sultan.
Dalam
buku ini dijabarkan bagaimana Al Fatih meminta seorang ahli pembuat meriam
raksasa. Membaca bab ini membuat saya takjub, bagaimana sebuah meriam dibuat
dengan sangat detil, mulain dari perhitungan berat meriam itu, jarak tempuh
yang bisa dicapai untuk menghancurkan tembok Konstantinopel. Semuanya
dikerjakan oleh tenaga ahli yang terpercaya. Yang paling menggentarkan adalah
selama pengerjaan meriam raksasa itu tak henti-hentinya dzikir keluar dari
lisan para pekerja yang merupakan pasukan terbaik dari sebaik-baik pemimpin.
Al
Fatih merupakan pemimpin muda pada masa pemerintahan ustmani di Turki. Ia
diangkat sebagai khalifah pada saat usianya baru 19 tahun. Banyak kalangan
musuh yang meragukan kemampuannya dalam memimpin. Tapi Al Fatih telah
membuktikan bahwa apa yang mereka pikirkan itu salah. Al Fatih adalah sosok
pemimpin yang tegas bila berhadapan dengan musuh, tapi tetap lembut terhadap
rakyatnya.
Penaklukan
Konstantinopel sendiri terjadi saat usianya mencapai 21 tahun. Al Fatih
membuktikan apa yang telah dijanjikan Allah dan RasulNya menjadi nyata. Ia
sangat meyakini apa yang telah ditanamkan oleh Sang Ayah yang merupakan sabda
Nabi Saw., bahwa Konstantinopel akan takluk di tangan sebaik-baik pemimpin dan
sebaik-baik pasukan.
Sejak
kecil Al Fatih telah dididik oleh ulama-ulama terbaik Turki pada masa itu,
hingga ia menjadi penghafal Al-qur’an pada usia 8 tahun. Berbagai ilmu
dipelajarinya dari ulama-ulama tersebut, hingga ia menjadi seorang yang sangat
takut dengan Tuhannya.
Al
Fatih sangat menjaga keimanan pasukannya. Ia senantiasa membakar semangat
pasukannya dengan mengatakan mereka adalah sebaik-baik pasukan yang telah dikirim
Allah untuk menaklukan Konstantinopel.
Setelah
penaklukan Konstantinopel, Al Fatih menjadikan kota tersebut sebagai kota yang
sangat maju dan disegani oleh kalangan Eropa dan dunia.
No comments:
Post a Comment