Wednesday 7 December 2016

Al Maidah 51 dalam Tafsir Fakhruddin ar-Razi




Bismillahirrahmanirrahiim

Saat ini hampir semua orang di Indonesia tahu tentang salah satu surat dalam Alqur’an, yaitu Al-Maidah ayat 51. Sejak pertama kali beredarnya video penistaan agama yang dilakukan oleh you-know-who, surat Al-Maidah jadi populer di masyarakat kita. Akhirnya banyak kajian yang membahas tafsir surat tersebut. Salah satunya adalah kajian Saturday Forum yang diselenggarakan oleh INSISTS pada hari Sabtu, 3 Desember 2016 lalu.

Kajian yang bertema “Analisis QS. Al-Maidah 51 dalam Tafsir Fakhruddin ar-Razi” ini disampaikan oleh ustadz Adnin Armas, M.A (Peneliti Senior INSISTS). Saya mencoba merangkum sedikit isi dari kajian yang beliau sampaikan. 
Ust. Adnin Armas bersama moderator


Ayat 51
Dalam kalimat pertama ayat ini terdapat kata “waliy/auliya” yang dalam tafsir ar-Razi selain bermakna pemimpin, juga memiliki makna teman dekat dan penolong. Ayat ini sangat jelas bahwa Allah melarang orang-orang beriman menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Jadi auliya di sini berarti pemimpin.


Sebaliknya, kaum liberal menafsirkan auliya adalah teman dekat. Mereka menafsirkan tidak mengapa menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin, yang dilarang adalah menjadikan mereka teman dekat. Sangat jelas pemikiran atau logika kaum liberal ini tidak tepat. Allah melarang kita menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman dekat atau penolong, apalagi memilihnya sebagai pemimpin.

Ust. Adnin menambahkan, dengan turunnya perintah Allah ini, terdapat dua tipe reaksi yang ditunjukkan orang-orang pada saat itu. Tipe pertama adalah mereka yang langsung melepas diri dari orang-orang kafir. Kedua, ada juga yang tidak mau melepas diri, malah mendukungnya (contoh: Abdullah bin Ubay).

Ayat 52
Ayat ini menunjukkan orang Islam yang di hatinya terdapat penyakit, membela orang-orang kafir adalah ciri orang munafik. Menurut tafsir ar-Razi, mereka yang membela perlu dikritik. Sesungguhnya yang membela itu sama seperti mereka yang mencela.

“Sungguh Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”, yang dimaksud orang yang zalim di sini, yaitu orang-orang yang mendukung memilih pemimpin kafir.

Umar bin Khattab geram begitu mengetahui ada orang Nasrani menjadi pengurus kesekretariatan negeri Arab pada waktu itu. Umar berkata, “Bagaimana mungkin aku memuliakan mereka, sedangkan Allah menghinakan mereka. Bagaimana mungkin aku berdekatan dengan mereka, sedangkan Allah menjauhi mereka.”

Ayat 53
Ciri-ciri orang munafik adalah berdekat-dekatan dengan orang-orang beriman, tapi merendahkan mereka di depan orang kafir. Pada akhirnya yang mendukung orang kafir itu akan merugi, sia-sia segala usaha yang telah dilakukan. Mereka menyesal, berdiri dalam kebimbangan. Orang-orang munafik itu tidak diterima di kalangan orang-orang beriman, orang kafir yang didukung pun masa bodoh terhadap mereka. 

Ayat 54
Akhirnya Allah akan mendatangkan satu kaum yang Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya. Bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir. Seperti Abu Bakar yang berhasil memerangi 11 golongan kaum murtad yang muncul pada masa kekhalifahannya. 

Satu pesan Ust. Adnin, “Jangan gunakan ayat Al-Maidah 51 hanya pada ranah politik. Akan tetapi masukkan ia dalam segala sektor, ekonomi, sosial, pendidikan, dll.”

Demikian rangkuman yang bisa saya bagikan. Mohon maaf jika ada khilaf dari tulisan ini. Dan saya berharap ada sedikit hikmah yang bisa dijadikan pelajaran, utamanya dalam memilih pemimpin yang Allah ridhoi.



No comments:

Post a Comment