Monday 6 February 2017

Peduli Lingkungan Dalam Sebuah Cerpen




Judul                           : Wak Ali & Manusia Lumpur
Penulis                         : Taufan E. Prast, Zaenal Radar T, Andi Tenri Dala F, dkk
Diterbitkan oleh           : FLP Jakarta, 2016
Tebal                           : 181 halaman

Sejak resmi jadi anggota FLP Jakarta, akhirnya saya bisa memiliki karya tulis bersama anggota FLP Jakarta lintas generasi alias dari berbagai angkatan.

Yup, Alhamdulillah buku itu hadir dengan judul Wak Ali & Manusia Lumpur.  Jadi, ide pertama kali datang dari seorang  senior untuk membuat sebuah buku kumpulan cerpen. Sejak tercetus ide itu, kami mulai mencari satu tema yang akan diangkat dalam kumcer ini. ada yang mengusulkan tema cinta, jodoh, parenting, orangtua, dll. Setelah melewati tahap perenungan, hehe, terpilihlah tema tentang lingkungan.


Pertama kali mendengar tentang temanya, nyali saya langsung ciut. Pasalnya, dalam pikiran saya tema lingkungan itu sesuatu yang berat yang butuh riset dan data. Beruntung kami memiliki pembimbing yang cukup memotivasi dan menyemangati kami. Mas Sokat Rachman sebagai pembimbing mengatakan bahwa tema lingkungan tidak selamanya tentang sesuatu yang berat. Kita bisa mencari ide dari kehidupan sehari-hari saja, karena kehidupan kita tidak lepas dari keadaan di sekitar lingkungan kita. Jangan terlalu  berpikir yang berat, sejatinya ide sederhana pun bisa jadi sebuah cerita yang menarik. 

Setelah mendengar penjelasan pembimbing, saya pun mulai berpikir ide apa yang akan saya angkat untuk cerpen tema lingkungan ini. Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil ide dari pengalaman pribadi. Hanya saja, saya mengubah tokohnya menjadi laki-laki. Maka lahirlah cerpen “Lelaki Aneh Di Angkot”. Lalu apa hubungannya lelaki aneh dengan lingkungan? Silakan baca cerpennya 😆


Para penulis cerpen dalam buku Wak Ali & Manusia Lumpur pada saat launching di acara Studium Generale Pramuda 20 FLP Jakarta 2016
Judul bukunya sendiri diambil dari dua cerpen, Cerpen pertama “Wak Ali”  yang ditulis oleh Agus Dwi Putra, menceritakan tentang sosok Wak Ali yang begitu memperhatikan hewan-hewan yang berada di sekitar surau agar tetap merasa nyaman hinggap di mana pun di sekitar surau. Hingga suatu hari terdapat burung-burung yang bersarang di atas kotak surat yang berdiri di depan surau. Burung-burung tersebut tidak beranjak untuk beberapa hari. Wak Ali pun tidak tega mengusir burung-burung itu. padahal ada sebuah surat penting yang ada di dalam kotak surat itu. Sesuatu yang sangat diimpikannya selama ini. 

Kedua, cerpen “Manusia Lumpur” yang ditulis oleh Billy Antoro. Cerpen ini ditulis dalam rangka memperingati satu dasawarsa bencana nasional banjir lumpur panas di Sidoarjo, Jawa timur. Diceritakan kehidupan manusia lumpur yang hidup jauh di bawah tanah mulai terusik sejak pertambangan bumi yang begitu rakusnya, hingga tidak memedulikan pengaruh buruk yang ditimbulkan. Tak disangka manusia lumpur akhirnya keluar dari perut bumi untuk meminta pertanggungjawaban dari manusia di permukaan atas bencana ini. Kehadiran manusia lumpur membuat warga sekitar genangan lumpur panik dan ketakutan. Manusia lumpur dan warga korban banjir lumpur mencoba membuat kesepakatan demi terciptanya ketenangan hidup mereka bersama.

Membaca cerpen-cerpen dalam buku ini akan membuat kita lebih peka terhadap lingkungan. Manusia sebagai penghuni utama bumi sudah seharusnya menjaga dan melestarikan lingkungan tempat kita tinggal. Semakin banyak orang yang peduli dan mencintai lingkungan, niscaya kerusakan-kerusakan lingkungan akan mudah dihindari. Lalu hal-hal apa sajakah yang dapat kita lakukan untuk menjaga lingkungan tetap aman dan nyaman dihuni?

Membuang sampah pada tempatnya, menanam pohon, berlaku baik pada hewan, mendaur ulang sampah, dan masih banyak lagi hal-hal yang dapat kita lakukan untuk kelestarian alam. Namun, terkadang kita lupa, lebih tepatnya kurang peduli pada hal-hal tersebut. Kita masih saja dengan tanpa berdosa buang sampah sembarangan bahkan perilaku buruk itu menurun ke anak cucu kita. Banyak pohon ditebang demi berdirinya sebuah bangunan yang dianggap membawa lebih banyak keuntungan. Kita juga kadang lupa bahwa binatang berhak memiliki habitat yang nyaman tanpa gangguan manusia.

Sesungguhnya tidak perlu sekolah tinggi untuk bisa menjaga dan melestarikan lingkungan. Hanya dibutuhkan hati yang peka dan rasa memiliki, layaknya benda kesayang yang kita punya tentunya akan kita jaga dengan sebaik mungkin dan tak rela jika ada orang yang merusaknya.

Ada kutipan menarik dari cerpen “Di Bawah Pohon Kenari” karya Taufan E. Prast, “Dunia ini berisi banyak kepala, baik yang ada isinya, hanya setengah atau kosong tak berisi.”

Maka marilah kita isi kepala ini dengan sesuatu yang positif hingga dapat mengeluarkan tindak tanduk yang positif pula, khususnya pada lingkungan sekitar.


No comments:

Post a Comment