Mata
Ketiga Cinta, oleh Helvy Tiana Rosa adalah buku kumpulan puisi kedua yang saya
baca masih dalam rangka menelisik lebih jauh apa itu puisi. Kumpulan puisi ini
bertemakan cinta yang ditulis dalam kurun waktu 1985-2011. Sebanyak 42 puisi
penuh yang begitu menyentuh, meskipun banyak bait yang tidak saya pahami
seutuhnya.
Tema
cinta yang diangkat tidak melulu kisah cinta sejoli yang dimabuk asmara. Cinta
yang ditampilkan dalam buku ini adalah universal yang disusun dalam
diksi cantik sarat makna. Cinta ibu, cinta seorang wanita, cinta Palestina dan
yang paling esensial yaitu cinta ilahi. Beberapa puisi yang sangat membekas
dalam benak saya di antaranya; Kepada Tuan Teroris, Apakah Sampai Padamu Berita
tentang Mahanazi dan Tahajud.
Puisi
Kepada Tuan Teroris dan Apakah Sampai Kepadamu Berita tentang Mahanazi
merupakan puisi yang berisi tentang perjuangan Islam dan Palestina. Membaca
puisi atau tulisan apa pun tentang Palestina selalu menyayat hati hingga menjatuhkan
hangat di pipi.
Kepada
Tuan Teroris
Dalam
puisi ini Bunda Helvy-begitu ia biasa disapa- merasa Islam selalu menjadi
sasaran empuk bagi barat, terutama Amerika, lewat tuduhan terorisnya. Usamah Bin
Ladin disebut-sebut sebagai dalang dari pengeboman WTC yang terjadi di Amerika.
Islam menjadi sorotan setelah kejadian dahsyat itu. Palestina yang terjajah dan
berjuang mempertahankan tanah airnya, bagi mereka adalah teroris. Padahal merekalah
teroris yang sesungguhnya. Akhir puisi ini cukup menarik bernada sinis dan kepuasan,
“Sebab
puisi ini hanya untukmu: Tuan Teroris. Kukirimkan bersama ludahku tepat di
wajahmu”
Apakah
Sampai Kepadamu Berita tentang Mahanazi
Palestina
seolah seorang diri melawan Mahanazi, Israel laknatullah. Dunia bungkam dengan
apa yang menimpa saudara-saudara muslim di sana, seolah nilai kemanusiaan tidak
berlaku di Palestina. Dimana PBB? Ah, tak usah kau tanya tentang itu. Ia
seperti seonggok organisasi mandul.
Tahajud
Suka
sekali dengan puisi ini, karena menurut saya puisi ini sangat romantis. Puisi
pendek tiga baris. Begini bunyinya:
Bangunlah,
cinta
Airmatamu
bercahaya
Di
dua per tiga malam
Selain
ketiga puisi di atas, saya juga dibuat jatuh cinta oleh bait-bait dalam puisi
lainnya, seperti:
Jangan
bawakan aku bunga, sebab semua bunga tunduk padaku di sini
“Mata
Elang, bawakan aku setangkai puisimu!
(Vidiara,
hlm. 69)
Aku
mencintaimu sejak waktu, sejak bumi, sejak sukma, sejak bayi
Aku
mencintaimu sampai laut, sampai langit, sampai darah, sampai mati
(Cinta,
hlm. 11)
Ah,
sesungguhnya semua puisi dalam buku ini begitu mempesona, hingga masih
menyisakan segaris senyum sampai sekarang.
Vidiara juga keren. Masya Allah, semangat baca puisinya mbak. Klw puisi, semakin diulang semakin enak terasa loh
ReplyDeleteo, gitu ya...hehe sip deh
Delete*lanjut baca*