Thursday 5 December 2019

Menyelami Sejarah Perjuangan Pangeran Diponegoro Dalam Sebuah Novel






“Emas, perak dan permata lebih mudah dihimpun kembali. Tapi kitab-kitab sastra dan pengetahuan jika dicuri, maka butalah peradaban itu.” (hlm. 328)

Biasanya saya itu mikir lama dan panjang untuk membeli sebuah buku terbitan baru. Kenapa? Mahal. Haha. Tapi entah kenapa pesona novel ini begitu menyihir saya (atau lebih tepatnya pesona dari sang penulisnya kali ya 😄). Begitu saya tahu akan ada PO buku ini di penerbitnya, yaitu Pro You Media, saya sangat menanti-nanti postingan PO nya di instagtam. Nah, saat resmi rilis PO, langsung saja saya mengontak nomor yang tertera dan memesan satu bukunya. Pro You menjanjikan buku ini akan dikirim pertengahan November 2019, tapi belum sampai pertengahan November buku ini sudah tiba di alamat saya. Maktuub!


Membaca bab-bab awal, duh, kok saya sulit masuk ke dalam alur ceritanya ya? Dengan alur maju mundur dan padatnya tokoh dalam cerita, membuat saya yang memiliki short memory ini, agak sulit mengikuti alurnya. Tapi saya tidak menyerah. Saya baca lagi dari awal dengan konsentrasi dan semakin dibaca dan terus dibaca, barulah saya bisa klik dengan alur ceritanya. Maklum ya, agak lama loadingnya 😅

Novel ini menceritakan perjuangan salah satu pahlawan nasional, yaitu Pangeran Diponegoro. Saya tidak begitu paham perjuangan para pahlawan melawan penjajah. Saya hanya tahu atau kenal nama saja, tidak tahu detil perjuangan mereka. Waktu sekolah dulu pun tidak mengetahui secara detil tentang sejarah dan perjuangan para pahlawan. Biasanya bagi banyak orang, membaca atau belajar sejarah itu membosankan. Tapi begitu kisah-kisah sejarah disajikan dalam bentuk cerita atau novel, saya yakin kalian akan menikmatinya dengan lahap.

Novel sejarah tentang pahlawan nasional yang sudah baca tidak banyak. Seingat saya baru dua novel, yang pertama kisah perjuangan pahlawan wanita dari Aceh, Cut Nyak Dien, karangan Sayf Muhammad Isa. Dan yang kedua, ya buku ini, kisah perjuangan Pangeran Diponegoro, Sang Pangeran dan Janissary Terakhir karangan Ustadz Salim A Fillah yang baru terbit November 2019 lalu.

Peperangan antara Pangeran Diponegoro melawan penjajah Belanda berlangsung dari tahun 1825 hingga 1830. Perjuangan yang begitu panjang ini telah menelan banyak korban, baik dari pihak Belanda dan rakyat kecil. Pangeran Diponegoro sangat dicintai oleh rakyatnya. Hal ini mengganggu pikiran penjajah Belanda. Bagi mereka agak sulit mengalahkan seorang pemimpin yang begitu dicintai rakyatnya. 

Pangeran Diponegoro adalah seorang santri yang begitu taat pada ajaran Islam, bijaksana dan tentunya sangat mencintai rakyatnya. Dalam perjuangannya ini pun rakyat dengan ikhlas membantu dan mendukung Sang Pangeran. Di antara para pendukungnya, banyak terdapat para ulama dan santri, serta yang paling spesial ialah adanya bantuan dari para Janissary dari kekhalifahan Turki Utsmani. Mereka adalah Nurkandam dan Basah Katib. Kisah mereka yang paling saya suka dari novel ini 😍

Nurkandam dan Basah Katib sengaja datang dari Turki menuju Nusantara untuk membantu perjuangan Pangeran Diponegoro melawan penjajah kafir Belanda. Kisah mereka berdua cukup seru dalam novel ini. Setelah dibuat kagum oleh kedekatan mereka sebagai sahabat, kegagahan, ketampanan khas Turki, kepiawaian dalam berperang dan mengatur strategi, saya dibuat kesal oleh adu domba dan fitnah keji yang dibuat oleh A Jie, saudara angkat mereka yang keturunan Tionghoa. Saya sangat kesal ketika A Jie berusaha membebaskan Basah Katib yang tertangkap dan disekap selama tiga hari oleh Jendral Joost. Dari situ mulai terlihat bahwa A Jie berusaha membuat fitnah dan mengadu domba Basah Katib dan Nurkandam. Hingga akhirnya mereka saling membenci dan saling menghunuskan pedang. Siapa yang diuntungkan dari itu semua? Ya, tentu saja pihak musuh. Jendral dan Kapten Belanda sangat dihibur dengan pertikaian dua orang paling tangguh dari pendukung Pangeran Diponegoro.

Saya sangat kesal dengan Nurkandam yang begitu mudah terhasut hingga ia mengedepankan emosi dan dendam saja. Tapi dalam ketegangan pertikaian mereka berdua, justru ada saja kata-kata yang membuat saya tertawa membacanya. Ketika Nuryasmin, adik dari Nurkandam menangis menyesali perbuatan A jie kepada kakak dan suaminya, Basah Katib, dalam dialognya Nuryasmin berkata, “Syaitan mana yang telah merasukimu?” Spontan saya langsung teringat salah satu lirik lagu yang sedang hit saat ini “entah apa yang merasukimu” 😂

Novel ini tidak melulu isinya ketegangan dalam peperangan. Ada saja dialog-dialog lucu yang terlontar dari pada tokoh-tokohnya, terutama dua orang abdi yang selalu menemani dan ikut ke mana pun pangeran Diponegoro keluar masuk hutan. Mereka adalah Joyo Suroto dan Banteng Wareng. Ada saja cuitan-cuitan jenaka yang membuat pembaca rileks 😌

Dari novel ini, ada satu informasi yang cukup mengejutkan bagi saya, yaitu salah satu alasan mengapa Belanda menjajah tanah Nusantara adalah akibat dari kekecewaan Eropa kepada keputusan Sultan Muhammad Al Fatih. Tapi kalian harus membaca sendiri agar lebih paham duduk perkaranya. Ustadz Salim tidak hanya memusatkan setting lokasi novel ini di Nusantara, melainkan kita diajak untuk menelusuri Negara Turki, Mesir dan kota Mekkah. 

Dalam setiap perjuangan pasti ada saja orang-orang yang berkhianat, dan inilah bagian yang paling memilukan di mana orang-orang terdekat Pangeran meletakkan senjata dan bergabung dengan musuh. Saya tak sanggup melihat pengkhianat seperti ini. Mereka yang berkhianat beralasan ingin menghentikan perang karena kasihan melihat penderitaan rakyat. Saya tidak habis pikir kenapa mereka bergabung dengan penjajah yang justru akan menyengsarakan rakyat? Sejatinya semua karna harta dan jabatan. Mereka luluh oleh iming-iming dan hadiah yang diberikan oleh Belanda yang licik itu.

Selain menceritakan tentang kisah peperangan melawan Belanda, novel ini juga menampilkan kisah cinta yang cukup rumit antara Nurkandam, Fatmasari dan Soffiyah. Dan yang cukup mengejutkan adalah kisah cinta Basah Katib. Banyak juga terdapat kutipan dan puisi menarik tentang cinta yang pastinya membuat pembaca baper 💕



“Tidak ada yang disebut gagal dalam cinta. Kita ini makhluk merdeka soal cinta. Kita akan selalu berhasil mencintai. Soal dicintai atau tidak itu memang diluar kendali kita. Dan kita tak perlu merasa untung atau rugi atas hal yang tak kita kuasai.’ (hlm. 350)

“Seandainya kebersamaan hakiki itu ada di dunia ini, niscaya takkan pernah aku membiarkan Kanda beranjak dari sisiku walau sedetik pun. Namun, kita sama-sama tahu bahwa kebersamaan sejati adanya di surga nanti. Maka aku izinkan Kanda untuk pergi sejenak, berjuang di jalan Allah, mengumpulkan bekal kita untuk akhirat sana, agar kebersamaan kita di surga nanti jauh lebih indah lagi.” (hlm. 400)

Ah, membaca novel itu memang seru. Apalagi bercampur rasa saat membacanya. Ada kesal, haru, takjub, benci, pilu, kocak, semua jadi satu. Puncaknya adalah di bagian epilog yang menggambarkan pertemuan kembali Basah Katib dengan junjungannya, Kanjeng Pangeran Diponegoro dalam kondisi yang memilukan. Maka tumpahlah air mata saya di bab terakhir ini. Meski mengagumkan, novel ini tak luput dari kesalahan ketik yang cukup membingungkan saat membacanya terutama pada bagian yang menjelaskan maqbul dan maktul

Novel pertama dari tetralogi yang akan dibuat ini cukup mebuat penasaran untuk membaca tiga novel lainnya. Tapi sepertinya masih akan lama untuk rilis novel kedua, ketiga dan keempatnya. Baiklah, mari kita tunggu saja hadirnya kelanjutan novel sejarah yang menggugah ini. 

“Kekalahan itu ketika kita ditinggalkan Gusti Allah meskipun kita menang perang, punya banyak kawan serta pengikut. Sebaliknya, yang disebut kemenangan adalah tetap bersama Gusti Allah meskipun kita tinggal sendirian atau binasa dalam perjuangan.” (hlm. 443)

Judul               : Sang Pangeran dan Janissary Terakhir
Penulis             : Salim A Fillah
Penerbit           : Pro You Media
Cetakan           : I, November 2019
Tebal               : 632 halaman



No comments:

Post a Comment

Kumpulan Cerita Menghibur dan Sarat Makna dari Penulis Cilik

  Judul: Papa Idamanku Penulis: Farah Hasanah K. Dinda Rahmadhani, dkk. Penerbit: Indiva Media Kreasi Tebal: 143 halaman Harga: Rp...