Dunia
anak dan dunia orang tua itu seru-seru mengerikan ya. Walaupun saya belum
mengalaminya sendiri, saya sering mendengar kisah-kisah “seru” orang tua yang
mendidik anak-anaknya. Seru yang saya maksud di sini bukan makna sesungguhnya,
melainkan tantangan serta suka dukanya.
Hari
ini ditakdirkan mendengar keluhan orang tua murid. Tepatnya dengan
sengaja mendengar obrolan orang tua murid dengan pembimbing di tempat saya
mengajar. Gimana saya tidak mendengar? Wong, saya berada di ruang yang sama
dengan mereka. Jadi sambil mengerjakan pekerjaan lain, saya bisa dengan jelas
mendengar curhatan si ibu.
Jadi,
dia mengeluhkan sikap anaknya yang sudah duduk di bangku JHS alias Junior High
School. Sebut saja namanya Bujang (bukan nama sebenarnya). Si Bujang ini duduk
di kelas VIII tapi sifatnya kalah dengan adiknya yang baru kelas 2 SD. Bujang yang
lebih besar belum bisa bertanggunjawab atas apa yang menjadi tugas-tugasnya. Sedangkan
si adik lebih memiliki tanggung jawab dengan apa yang harus dia kerjakan.
Si
kakak tidak akan belajar jika belum diteriaki oleh ibunya. Si adik sudah tahu
kalau setelah maghrib tugasnya adalah belajar, tanpa disuruh. Si kakak tidak
akan makan jika belum tersedia lengkap makanan di meja makan. Ia tidak mau
repot-repot menyendok makanan sendiri di dapur.
Pulang
sekolah, apa yang dilakukan Bujang? Masuk kamar, kunci pintu, main game! Begitu
setiap harinya. Ia tak mau waktu bermainnya hilang dengan adanya kegiatan lain.
Orang tuanya sudah melakukan segala cara untuk menegurnya, mulai dari cara
halus hingga keras, tak ada yang berhasil. Mulai dari dicerewetin hingga
dicuekin, tak ada pengaruhnya. Hingga akhirnya orang tua menyerah dan berkata, “Ya
udah, sekarang terserah kamu. Kamu mau belajar atau ngga, terserah. Dimarahin salah,
dibiarkan tambah menjadi. Jadi kamu maunya bagaimana?”
Si
ibu tampak kesal dan hopeless dengan anaknya itu. Ia tak tahu lagi dengan cara
apa harus menasihati anaknya yang remaja itu. Bersyukur si anak tidak terlibat
pergaulan bebas. Bujang ini tipe anak rumahan yang malas ke mana-mana. Bahkan di
saat teman-temannya ikut ekskul ini itu, ia memilih pulang ke rumah dan bermain
game.
Saya
yang mendengar curhatan itu jadi ikut prihatin. Kalau saya berada di posisi si
ibu, saya pun tak tahu harus bagaimana. Saya hanya bergumam dalam hati, “Ngurus
anak itu sulit ya. Gimana kalau aku menghadapi masalah seperti dia. Aku harus
ngapain?”
Saya
pun teringat satu hal. Berbagai cara yang ibu pakai untuk menasihati anaknya,
tentunya kurang sempurna jika tidak disertai kedekatan pada Allah, karena Allah
yang menggenggam hati si anak. Allah yang membolak-balikan hati si anak. Maka mintalah
pada Sang Maha Membolak-balikan hati agar melunakkan hati si anak, dan dibukakan pintu hidayah serta dimudahkan untuk menerima nasihat.
Mungkin itulah serba serbi menjadi orang tua. Teman-teman yang sudah berpengalaman mungkin tahu apa yang harus dilakukan. Sharing yuk di komentar ^^
#ODOPOKT11
Anak kedua saya cenderung lebih dewasa daripada kakaknya.
ReplyDeleteMungkin karena dulu si sulung ini terlalu saya proteksi, lantaran kakaknya meninggal saat bayi. Jadi lahir dia saya sayang-sayang yang berlebihan..
Pas ada adiknya lagi saya tak seprotektif itu
Jadilah kini, yang besar malah lebih kolokan dari yang kecil :)
Wah, kasusnya mirip dgn curhatan si ibu di atas. Semoga diberi kesabaran dlm mendidik ke duanya ya mba ^^
DeleteHohoho.. Mendidik anak remaja memang sebuah tantangan tersendiri :)
ReplyDelete