Friday, 26 August 2016

Jika Adian Husaini Jadi Presiden




Kajian yang bertajuk “Indonesia Is You” ini diselenggarakan dalam rangka hari Kemerdekaan RI yang ke-71. Kajian yang mengangkat tema kepemimpinan ini rutin diadakan di AQL Islamic Center setiap bulannya. Nah, pada kesempatan hari kemerdekaan ini, Young Islamic Leadership sebagai penyelenggara, menghadirkan DR. Adian Husaini yang didaulat sebagai pembicara. Beliau merupakan Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia dan pendiri INSIST.

Dalam kajiannya ini pemuda menjadi objek utama dalam kepemimpinan. Dijelaskan bagaimana pemuda pada masa dulu begitu produktif, penuh semangat militan dan rasa nasionalisme. Pemuda Indonesia pada masa penjajahan dulu sudah memiliki peran penting dalam membangun bangsa. Sebut saja Agus Salim yang diangkat menjadi konsulat di Jeddah pada usia muda; Buya Hamka yang di usia 12 tahun sudah membaca buku-buku sastra, filsafat, sejarah. Dalam sejarah Islam juga dikenal banyak pejuang muda Islam yang ikut berperang menegakkan agama Islam. usamah bin Zaid yang menjadi panglima perang pada usia 17 tahun, dan masih banyak lagi.


Mengapa pemuda zaman sekarang tidak semilitan dan semangat seperti pemuda zaman pejuang dulu? Menurut Adian Husaini itu disebabkan oleh pendidikan di Indonesia yang hanya mengedepankan nilai bukan ilmu. Seharusnya tujuan pendidikan itu adalah mencari ilmu bukan untuk mendapatkan nilai. Tokoh-tokoh zaman dulu tidak bergantung pada sekolah, tidak ada RPP, tidak ribet. Karena tujuan mencari ilmu dalam Islam menanamkan nilai-nilai. Pendidikan sendiri didapat dari apa yang terjadi di lapangan, bukan apa yang ada di kertas.

DR. Adian menyampaikan kekhawatirannya melihat masih banyak lulusan sarjana yang menganggur. Bahkan lulusan sekolah luar negeri pun masih saja bertanya “Apakah ada pekerjaan untuk saya?”. Itu akibat jika pendidikan hanya mencari nilai, setelah nilai didapat, mereka tidak serta merta siap menghadapi dunia yang sebenarnya. Beliau berpesan pada pemuda “jangan jadi sarjana monyet” yang kuliah hanya supaya bisa kerja dan mencari makan. Karena monyet tidak perlu kuliah untuk mencari makan.

Anak-anak kita hanya dilatih untuk menjawab soal-soal ujian bukan soal kehidupan. Bayangkan saja, selama 14 tahun lebih anak kita hanya dilatih untuk menjawab soal ujian. SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, kuliah 4 tahun, itu semua akhirnya hanya untuk menjawab soal-soal ujian, bukan soal-soal kehidupan. DR. Adian menyarankan agar kita melatih anak-anak menjawab soal-soal kehidupan. Soal-soal kehidupan itu didapat dari iman, ilmu dan amal.

Salah satu yang harus dibenahi di negeri adalah sistem pendidikan, termasuk semboyan pendidikan yang berbahasa Jawa “Tut Wuri Handayani”, karena tidak semua orang Indonesia mengerti Bahasa Jawa. Semboyan itu agak melenceng dari Sumpah Pemuda yang menyatakan berbahasa satu Bahasa Indonesia. Adian Husaini sedikit mengungkapkan candaannya dengan mengatakan, jika ia menjadi presiden Indonesia, semboyan pendidikan akan berubah menjadi “Iman, Ilmu dan Jihad”. Karena sejatinya pendidikan itu bertujuan membentuk manusia yang baik dan guru merupakan mujahid intelektual yang akan mencetak generasi yang beriman dan berilmu.

Melihat kondisi negeri ini yang semakin jatuh ke dalam keterpurukan, Adian Husaini masih melontarkan candaannya, jika ia menjadi presiden. Apa yang akan dilakukan jika Adian husaini menjadi presiden sudah ada dalam pikirannya dan telah dirancang dengan begitu baik. Misalnya, dalam dunia pendidikan, UN yang wajib dikerjakan oleh siswa versi Adian Husaini bukan menjawab soal Matematika, Bahasa Indonesia, Bahsa Inggris dan yang lainnya, melainkan akan ditanya bagaimana sholatnya, sampai di mana kemampuan baca Qur’annya, akhlaqnya baik atau tidak.

Kasus lainnya ketika ia melihat Bandara Soekarno Hatta sebagai pintu gerbang dunia internasional, tapi sama sekali tidak mencerminkan Indonesia sebagai negeri yang berpenduduk mayoritas Islam. Terbukti dengan adanya patung sebagai penyambut mereka yang datang. Beliau bertanya apa fungsi dari patung itu, tidak ada dalam Islam mendirikan patung-patung. Jika Adian Husaini jadi presiden ia akan mengganti penyambutan dengan menempelkan lafaz Bismillahirrahmaanirrahiim dalam bentuk yang besar hingga dapat dilihat semua orang dan masjid akan menjadi bangunan pertama yang dilihat oleh pengunjung bandara, tidak hanya menjadi bangunan kecil yang berada di pojokan.

Sekali lagi jika Adian Husaini jadi Presiden, dalam bidang hukum ia akan memberikan pilihan pada pelaku kriminal apakah akan dihukum dengan hukum syariah atau konvensional. Pelaku zina misalnya, jika ia memilih hukum syariah maka ia akan menjalani hukuman rajam dan selesai. Jika ia mencuri maka harus siap potong tangan dan selesai. Jadi tidak perlu ada sidang, dipenjara bertahun-tahun dan menunggu vonis itu pun membutuhkan waktu yang lama dan berbelit-belit.

Aturan Islam itu mudah sebenarnya, hanya manusianya saja yang membuat jadi sulit. Jika menjalaninya dengan baik sesuai aturan maka hidup pun akan tenang dan nyaman. Tapi kebanyakan kita malah menyepelekan syariat itu sendiri. Padahal hukum syariat langsung dari Allah, Allah yang buat. Sedangkan hukum konvensional buatan manusia yang bisa kapan saja berubah sesuai kehendak pembuat peraturan.  

Marilah jadi pemuda Indonesia yang memiliki tujuan dengan iman, ilmu dan amal. Pemuda harus punya rencana, cita-cita, karena hidup itu digerakkan oleh tujuan. Jadilah solih dalam profesi apa pun, jadi tukang batu yang solih, tukang tambal ban yang solih, jadilah mujahid yang memiliki sklill ekonomi Islam, jadilah mujahid yang memiliki skill elektro, jadilah mujahid yang memiliki skill kedokteran. Tidak hanya focus pada ilmu dan gelar yang didapat di dunia, gelar dokter ini, insinyur itu, sarjana ini, ahli itu, tetapi tidak mempunya iman dan ilmu yang bisa diamalkan. Astaghfirullah, semoga kita tidak termasuk ke dalam golongan tersebut.



No comments:

Post a Comment

Cara Memupuk Kegemaran Membaca Sejak Kecil Hingga Dewasa

  Sebelum kita membahas cara memupuk kegemaran membaca, mari kita flashback sedikit ke masa di mana kita berada di fase belajar membaca d...