Wednesday, 21 December 2016

MISTERI TEKA-TEKI DAN JAJANAN TRADISIONAL




Judul                 : Selestia dan Penjara Teka-Teki
Penulis               : Yozar Firdaus Amrullah
Penerbit             : Buah Hati, 2016

Berawal dari gagalnya Selestia pergi liburan ke Sigapura karena kesibukan kedua orangtuanya yang tidak bisa ditinggalkan, Selestia malah dikirim untuk berlibur ke desa, di mana tante dan sepupunya tinggal. Dimulailah petualangan Selestia bersama sepupuya, Raka dan tiga orag temannya, Herman, Mutu dan Nori. 

Di sebuah desa bernama Desa Gebang, Selestia siswi kelas VIII SMP menghabiskan masa liburan sekolahnya. Petualangan Selestia  dan teman-temannya bermula dari rasa penasaran mereka dengan seorang nenek yang membuat jajanan tradisional paling enak sedunia yang dijajakan keliling oleh Pak Sarlito.



“Bapak ini Pak Lik Sarlito, Seles. Penjual keliling jajanan paling enak di desa ini, eh koreksi, jajanan paling enak sedunia yang dijual di desa ini, ding.” (hlm.50)


Selestia, Raka, Herman, Nori dan Mutun memutuskan untuk mengunjungi pondok nenek Gayatri, si pembuat kue, demi melihat langsung pembuatan kue dan bisa memakan kue yang fresh from the oven. Tapi sayang sekali, setibanya di pondok nenek Gayatri, mereka tidak menemukan si nenek di sana.

Tercium bau harum kue-kue yang sudah matang dari dalam pondok, Selestia dan teman-temannya memutuskan untuk masuk. Carabikang, lupis, serabi, jenang candil, onde-onde, dan masih banyak lagi kue lainnya, seolah menghipnotis anak-anak itu, kemudian mereka pun larut oleh kelezatan jajanan terenak buatan nenek Gayatri.

Tak berhasil bertemu nenek Gayatri di pondoknya, mereka malah menemukan sebuah ruang rahasia di bawah tanah yang disebut Tanah Harapan. Terlanjur masuk ke dalam ruang rahasia tersebut, Selestia dan teman-temannya tidak bisa lagi keluar dari Tanah Harapan sebelum menyelesaikan permainan teka-teki yang diberikan oleh Ningrat Biru, penghuni Tanah Harapan.

Akankah mereka berhasil memecahkan teka-teki dan keluar dari Penjara Teka-teki?

Novel petualangan remaja ini terbilang unik. Ada dua keunikan dalam novel ini. Pertama pengarang menampilkan kisah petualangan dengan misteri teka-teki yang harus dipecahkan. Beberapa teka-teki cukup membuat pembaca berpikir lama untuk menemukan jawabannya. Namun ada juga teka-teki yang mudah ditebak. Ada satu tokoh dalam dunia Ningrat Biru yang bernama Penyair Sahar. Ia memberikan teka-tekinya melalui syair-syair.

Saat api agung menyinari dunia, hadirku pudar karena pesonanya
Aku pun bersembunyi di kalbu, untuk sekadar menunggu
Kuhanya bisa nantikan kegelapan datang menutupi
Sehingga aku bisa terbang dari peraduan menebarkan cahaya
Namun sebanyak apa pun sepertiku, takkan mampu gantikan api agung terangi dunia
(hlm.142)

Kedua, jarang sekali saya membaca novel (remaja) yang mengangkat unsur tradisional di dalamnya. Pengarang memunculkan jajanan tradisional sebagai ide besar di novel ini. Seperti yang kita ketahui saat ini bacaan remaja masih banyak didominasi oleh kisah percintaan. 

Segmen remaja yang ditargetkan oleh pengarang menurut saya tepat. Dengan memperkenalkan jenis-jenis jajanan tradisional, remaja saat ini dibangkitkan lagi rasa nasionalismenya. Mungkin saja masih banyak remaja saat ini yang belum mengenal kue-kue, seperti; carabikang, lupis, nagasari, semar mendem, gemblong, dll. Mereka lebih mengenal jajanan modern yang datang dari luar; burger, waffle, cheese cake, donat, berbagai jenis roti, dll. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa mungkin jajanan tradisional itu saat ini sulit ditemukan, karena jarang dijual di pusat keramaian.
 
Nilai kearifan lokal tak luput dari pengamatan saya. Pengarang menyelipkan nilai kearifan lokal pada salah satu babnya, di mana kehidupan di desa masih kental nuansa kebersamaannya. Masyarakat desa pada umumnya saling mengenal satu sama lain, sapaan hangat masih bisa ditemukan di sana. Hal ini sangat cocok dikenalkan kepada remaja-remaja yang hidup di perkotaan.

Saya pun jadi tahu salah satu kebiasaan penduduk desa yang terbiasa meletakkan kendi berisi air segar di depan rumahnya. Hal itu bertujuan, agar jika ada seorang musafir atau warga yang sedang melakukan perjalanan jauh, mereka dapat meminum air dari kendi itu untuk menghilangkan rasa haus mereka. Nilai-nilai seperti ini sangat baik disampaikan kepada remaja, agar menumbuhkan rasa kepedulian.

Sedikit koreksi yang bisa saya sampaikan untuk novel Selestia dan Penjara Teka-teki ini, terutama pada bagian EYD, saya menemukan pemakaian tanda baca yang kurang tepat.


“Ah, iya. Kenapa saya nggak kepikiran. Non emang pinter!,” ujar mbak Ratri dengan kagum. (hlm.6)


Menurut hemat saya, setelah tanda seru (!) tidak perlu lagi menggunakan koma (,). Lalu terdapat ketidakseragaman pada kata “Mbak Ratri”. Pada halaman 6, kata “mbak” ditulis menggunakan huruf kecil. Sedangkan pada halaman 7, penulisan kata “Mbak” menggunakan huruf kapital.

Tak butuh waktu lama untuk menyelesaikan novel ini. Berjumlah 250 halaman dengan ilustrasi menarik di setiap babnya. Dicetak dengan font yang cukup nyaman ditangkap oleh mata serta kualitas kertas yang baik, novel ini layak menjadi salah satu bacaan bagi remaja.

No comments:

Post a Comment

Cara Memupuk Kegemaran Membaca Sejak Kecil Hingga Dewasa

  Sebelum kita membahas cara memupuk kegemaran membaca, mari kita flashback sedikit ke masa di mana kita berada di fase belajar membaca d...