Wednesday, 16 October 2019

Persahabatan Dari Hati


Sahabat

Kata orang, sahabat itu selalu ada di setiap susah maupun senang.
Kata orang, sahabat itu selalu mendukung apa pun yang kita lakukan.
Kata orang, sahabat itu partner in crime paling setia. 

Benarkah begitu? Menurut kamu, apa makna sahabat?

Saya sangat terkesan dengan kisah dua orang ulama besar kita yang diceritakan dalam sebuah buku karya Ustadz Salim A Fillah yang berjudul “Bersamamu di Jalan Dakwah Berliku”. Kisah dua orang ulama yang bersahabat itu sangat indah. Seperti apakah keindahan persahabatan mereka? Mari simak kisahnya.


Suatu hari Imam Ahmad jatuh sakit. Sebagai seorang sahabat, Imam Syafi’i merasa sedih mendengar berita mengenai sakitnya sahabat beliau. Datanglah Imam Syafi’i menjenguk Imam Ahmad. Setelah melihat keadaan sahabatnya, Imam Syafi’i merasa sangat sedih hingga membuatnya jatuh sakit pula sepulang dari menjenguk Imam Ahmad.

Ketika mendengar hal itu, Imam Ahmad yang belum pulih benar, menguatkan dirinya untuk menjenguk sahabatnya. Ketika Imam Syafi’i melihat kedatangan Imam Ahmad, beliau pun bersyair:

"Saudara terkasih sakit, maka aku pun menjenguknya. Maka sakitlah aku karena sedih atas keadaannya. Kala dirinya sembuh, dia pun datang membesukku. Lalu, aku pun sembuh, karena bahagia melihatnya."


Masyaallah, sungguh persahabatan yang timbul dari pertautan hati. Adakah persahabatan kita menciptakan pertautan hati seperti ini? Ia sakit ketika melihat keadaan kita yang sedang terbaring sakit. Ia juga akan sembuh ketika melihat kita menjenguknya dalam keadaan sehat. Persahabatan dari hati akan menciptakan rasa susah dan senang bersama seperti yang tergambar dari kisah dua ulama di atas.

Lalu, bagaimana dengan kisah persahabatanku? Ah, jika melihat kisah dua ulama di atas, rasanya diri ini belum mejadi sahabat sejati yang mampu menautkan hati. Jika yang dimaksud sahabat itu dilihat dari seringnya bertemu dan menghabiskan waktu bersama, maka saya tidak punya sahabat. Jika yang dimaksud sahabat itu dengan memiliki hobi yang sama dan pergi ke mana pun selalu bersama, maka saya tidak punya sahabat. Jika yang dimaksud sahabata itu saling kenal anggota keluarga masing-masing, maka saya tidak punya sahabat.

Akan tetapi, ada seorang teman yang cukup dekat denganku. Kami memiliki ketertarikan yang sama terhadap buku, kami sering hunting buku bersama dan mengunjungi berbagai pameran buku. Kami juga memiliki ketertarikan terhadap fotografi. Selain hunting buku, kami juga tidak jarang hunting foto bersama. Ia seorang yang tenang dan sederhana, penuh inspirasi dan ide-ide cemerlang. Setiap bersamanya, selalu ada inspirasi baru yang saya dapatkan. Obrolan kami tidak jauh dari buku, buku yang difilmkan dan sedikit tentang fotografi. Dan temanku itu sangat lihai menggunakan kamera ponselnya hingga menghasilkan foto-foto yang keren.

Kami memang tidak sering bertemu, kami juga tidak mengenal anggota keluarga masing-masing dan kami pun tidak selalu memiliki pemikiran yang sama, bahkan perbedaan usia kami pun terpaut jauh. Aku jauh lebih tua di atasnya, tapi kami menjalani pertemanan ini dengan menyenangkan.

Apa pun bentuk pertemanan ini, kami jalani dengan rasa syukur. Yang terpenting dari semuanya adalah sebuah persahabatan jangan sampai keluar dari aturan Allah SWT, senantiasa berada dalam keadaan yang selalu mengingatkan diri kepada Sang Pencipta dan saling menghargai satu sama lain. Semoga kisah persahabatan Imam Ahmad dan Imam Syafi’i di atas dapat memberi pelajaran berharga bagi kita semua hingga tercipta persabahatan yang saling menautkan hati.



No comments:

Post a Comment

Cara Memupuk Kegemaran Membaca Sejak Kecil Hingga Dewasa

  Sebelum kita membahas cara memupuk kegemaran membaca, mari kita flashback sedikit ke masa di mana kita berada di fase belajar membaca d...