Salah satu bentuk karya sastra adalah puisi. Saya suka membacanya meskipun sulit memahami makna yang terkandung di dalam sebuah puisi. Kali ini buku kumpulan puisi yang berhasil saya tuntaskan adalah buku karya salah satu penulis senior FLP, M Irfan Hidayatullah, dengan judul “Ada Titik Menari Samar Sekali”.
Membaca
puisi-puisi dalam buku ini saya menemukan banyak sekali diksi baru yang asing
bagi saya. Keluasan wawasan penulis dalam dunia literasi terlihat dari
tulisannya yang kaya diksi. Memang, diperlukan keindahan kata dan kelihaian
mengolahnya hingga menjadi sebuah puisi yang patut dilirik oleh penikmat
sastra.
Tema
dalam kumpulan puisi ini beragam. Ada yang bertemakan penulis, buku, dzikir,
social media, alam, hingga makanan pun tak luput dari goresan pena sang
penulis. Simaklah puisi berikut ini:
Takada Puisi pada Perjalanan Kali
Ini
Katakata
yang sembunyi pada ruang tanya tak kunjung menampakkan diri.
Aku
duduk di warung itumenghadapi nasi campur dan segelas kopi.
Asap
pada cangkir mengepulkan hening.
Komposisi
laukpauk pada piring seperti diatur untuk mencemburuiku.
Telor
ceplok di atas nasi, rendang sapi di sisi kiri, tempe kering dan serundeng di
sisi kanan, kentang balado tepat di hadapanku bersebrangan dengan seiris tomat
yang menindih seiris timun.
Mereka
semua begitu indah. Mataku melahapnya.
Takada
puisi pada perjalanan kali ini
Tertutupi
rasa iri pada segala tatanan yang kualami.
Ya,
Tuhan nikmat mana lagi yang akan kudustakan?
(Di
tempat tujuan, istriku mungkin akan menyambut dengan senyuman)
2016
Di
beberapa puisinya terkandung makna yang membawa kita pada penghambaan pada
Ilahi, mengingatkan agar dzikir selalu menghiasi hati. Seperti pada puisi yang
ini:
Jangan Kauhentikan Zikir Itu
Bisakah
kau uraikan makna siang
Saat
kumencaci terik matahari?
Berdiriku
di ini waktu mengundang jentikjentik hasrat yang (seakan)
Takmampu
kutolak kuelak.
Bisakah
kusemaikan kesadaran
pada
ladang kerontang kemanusiaan?
Berbaringku
di ini fana takmembuat
Bongkah
kesombongan rencah dan sirna…
Aku
tersedot pusaran kelengahan jiwa pada arus hirukpikuk gelombang
Tubuh
dunia.
(Jangan
sekalikali kauhentikan zikir itu
Lirih
suaramu adalah angin yang menghibur gerah itu)
2015-2016
Membaca
puisi-puisi Bang Irfan dan penulis-penulis lain yang membawa nilai-nilai Islam
dalam tulisannya, saya jadi bisa membedakan antara puisi yang bernapaskan Islam
dengan puisi yang hanya mengumbar syahwat duniawi. Puisi yang bernapaskan Islam
tidak hanya membawa kita pada keluasan wawasan sastra, tapi juga membuat kita
merenung dan menyadari bahwa tujuan hidup di dunia ini adalah satu, yaitu
kehidupan bahagia di akhirat kelak.
Maka
menurut saya buku ini sangat coock untuk kita yang ingin mempelajari karya
sastra dalam bentuk puisi, sekaligus mendapatkan secercah hikmah dalam
menjalani hidup ini.
No comments:
Post a Comment