Judul : Sang Pangeran Dan
Janissary Terakhir
Penulis : Salim A. Fillah
Penerbit : Pro-U Media
Cetakan : I, November 2019
Tebal : 632 halaman
ISBN : 978-623-7490-06-7
“Kekalahan
itu ketika ditinggalkan Gusti Allah meskipun kita menang perang ataupun punya
banyak kawan serta pengikut. Sebaliknya yang disebut kemenangan adalah tetap
bersama Gusti Allah meskipun kita tinggal sendirian atau bahkan binasa dalam
peperangan”. (hlm. 443)
Saya
begitu excited mendengar terbitnya
buku terbaru Ustadz Salim ini. Kenapa? Karena buku-buku beliau yang pernah saya
baca sebelumnya merupakan buku dengan genre
non-fiksi. Nah, yang membuat saya excited
ialah kali ini Ustadz Salim menulis buku fiksi, yaitu sebuah novel sejarah yang
mengisahkan tentang Perang Jawa dengan judul “Sang Pangeran dan Janissary
Terakhir”. Langsung saja saya mendaftar untuk PO kepada penerbit Pro-U. Ketika
saya menerima buku ini, ternyata bukunya tebal dan besar. Saya sudah
membayangkan keseruan cerita di setiap babnya.
Novel
sejarah ini menceritakan tentang perjuangan Pangeran Diponegoro dalam
membebaskan tanah Jawa dari jajahan Belanda. Perang yang berlangsung sejak
tahun 1825 hingga 1830 menyisakan kepedihan yang begitu mendalam. Kemenangan
dan kekalahan dipergilirkan. Beberapa tahun di awal peperangan, pasukan
Pangeran Diponegoro membuat Belanda kualahan. Namun, seiring berjalannya waktu
Belanda pun merasa di atas awan.
Seperti
kutipan di atas tentang hakikat kalah dan menang, Sang Pangeran dan para
pengikutnya pernah mengalami kekalahan. Bahkan Rasulullah pun dipergilirkan
antara kemenangan dan kekalahan dalam peperangan memberantas kesyirikan kaum
Quraisy. Kekalahan tentu saja membawa pada kesedihan, akan tetapi hal yang
paling menyakitkan dari peperangan ialah adanya pengkhianatan yang bertubi-tubi
menimpa Sang Pangeran. Kesedihan yang mendalam ketika orang kepercayaan,
panglima hebat dalam pasukannya, bahkan kerabat yang memiliki ikatan
kekeluargaan dengan Sang Pangeran justru membelot membela penjajah Belanda.
Beruntung Sang Pangeran masih memiliki kawan setia dan para Janissary terakhir
dari pasukan kekhalifahan Turki Ustmaniyah yang terus berjuang bersama demi
tanah air merdeka.
Kehadiran
para Janissary terakhir, Nurkandam dan Basah Katib, membuat novel ini semakin
menarik. Saya terkesan dengan hubungan mereka yang begitu erat melebihi
hubungan sekretaris kepercayaan dan anak pimpinan khalifah Turki Ustmani.
Ditambah kisah cinta keduanya dengan wanita pribumi yang rumit. Sayangnya, ada
yang berusaha merusak hubungan harmonis tersebut.
Plot
atau alur cerita dalam novel ini dibuat maju mundur dari tahun 1821-1837. Awal
membaca novel ini saya merasa kesulitan masuk ke dalam ceritanya. Alur yang
maju mundur membuat saya bingung dan harus mengingat-ingat waktu kejadian
peristiwa yang sedang diceritakan. Meskipun agak membingungkan di awal, semakin
dibaca semakin terasa ketegangan, perjuangan, kesetiaan dan kepedihan yang
dialami Sang Pangeran dan Janissary Terakhir dalam menghadapi musuh di medan
perang.
Dengan
ketebalan 632 halaman ini tentunya banyak tokoh yang ditampilkan. Hal ini
juga membuat saya berusaha keras
mengingat siapa saja nama tokoh dan perannya dalam cerita ini. Tapi jangan
khawatir, di awal pembuka novel ini Ustadz Salim menuliskan daftar nama tokoh
plus kedudukannya di dalam cerita. Jadi, pembaca bisa lebih memahami
keterkaitan antar tokoh-tokohnya.
Novel
ini sangat cocok menjadi referensi para pecinta sejarah. Pembaca akan mendapat
gambaran tentang sosok Sang Pangeran yang seorang pejuang sekaligus santri yang
bijak dan solih. Hubungan erat antara kekhalifahan Turki dan mukmin Nusantara
juga digambarkan dengan sangat apik. Satu hal yang cukup mengejutkan saya
dapatkan dari novel ini ialah adanya salah satu alasan mengapa Belanda menjajah
bumi Nusantara.
Belajar
sejarah dengan membaca novel tentu lebih asyik daripada membaca buku sejarah
dengan tema yang dianggap berat dan kurang menarik bagi sebagian orang. Walaupun
tidak luput dari kekurangan, yaitu adanya beberapa kesalahan ketik, tidak
mengurangi esensi dari kisah yang ditampilkan yang membutuhkan riset sekitar
dua tahun dalam proses penulisannya ini. Bagi pecinta novel sekaligus penikmat
sejarah, novel ini layak menjadi pilihan untuk memuaskan dahaga dengan
menyelami kisahnya.